Orang Kristen memandang Yesus sebagai sang gembala yang baik, yang telah menyerahkan dirinya bagi keselamatan domba-dombanya. Dalam Yohanes 10:11, Yesus berkata, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (bdk ayat 15). Anggapan bahwa Yesus adalah sang gembala yang baik sering membuat orang dengan keliru memandang sang gembala dalam perumpamaan Yesus tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7) adalah diri Yesus sendiri. Padahal dalam pandangan Yesus sendiri, sang gembala yang mencari seekor dombanya yang telah hilang ini adalah Allah, bukan dirinya. Dirinya hanyalah seorang pencerita tentang Allah yang sedang memerintah Israel sekarang.
Kebanyakan orang Kristen berpandangan bahwa Yesus betul-betul seorang gembala yang baik pada masa kehidupannya dulu, yang memiliki banyak domba. Padahal pekerjaan Yesus yang sebenarnya adalah tukang kayu (Yunani: tektōn), seperti dicatat dalam Markus 6:3 dan Matius 13:55. Jadi, sebetulnya gambaran tentang Yesus sebagai sang gembala yang baik adalah sebuah metafora, sebuah perumpamaan, sebuah ibarat. Bahkan Yesus sendiri memakai sebuah metafora ketika dia berkata, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Matius 15:24): domba-domba di sini bukanlah hewan domba betulan, melainkan bagian dari umat Israel yang tersingkir ke pinggiran masyarakat karena sistem klasifikasi masyarakat yang diterapkan para penguasa Yahudi zamannya.
Karena sifat metaforisnya, penulis Injil Yohanes bahkan dapat mengubah Yesus dari sebagai “sang gembala yang baik” (Yohanes 10:11) menjadi “sang anak domba Allah” yang dikorbankan untuk menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29). Ini adalah suatu pergeseran besar dalam metafora yang digunakannya. Dalam realita, memang itulah yang terjadi: semula Yesus adalah sang pemimpin (=sang gembala) tidak resmi masyarakat Yahudi di Galilea; tetapi kemudian dia menjadi korban (=domba yang disembelih) sistem perpolitikan yang dijalankan para penguasa Roma dan penguasa Yahudi zamannya.
Karena dipersepsi sebagai sang gembala yang baik, gambar Yesus memeluk seekor anak domba berbulu putih lazim ditemukan di mana-mana. Di sekolah. Di ruang belajar Anda. Di ruang tamu rumah Anda. Tetapi bagaimana dengan gambar di bawah ini, gambar Yesus sedang memeluk seekor domba hitam?
Gambar Yesus merangkul seekor domba hitam sangat tidak biasa, bahkan Anda mungkin baru melihatnya sekarang. Tidak ada satu catatan pun dalam Perjanjian Baru yang menggambarkan Yesus menyelamatkan seekor domba hitam. Ada satu catatan dalam Injil Yohanes yang memuat ucapan Yesus tentang “domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini” (Yohanes 10:16). Tetapi yang dimaksudkannya di sini bukanlah domba-domba hitam, melainkan domba-domba “dari kandang yang lain.”
Domba hitam (black sheep) tentu adalah seekor domba yang berbulu hitam, seperti tampak pada gambar di atas. Tetapi “black sheep” juga dipahami sebagai sebuah metafora atau sebuah ibarat untuk seseorang yang oleh kelompoknya dipandang negatif sebagai orang yang telah gagal memenuhi harapan kelompok, atau sebagai seseorang yang dipandang telah mempermalukan kelompoknya sehingga telah kehilangan harganya di mata kelompok. Ini bisa terjadi misalnya karena orang ini telah pindah agama sehingga oleh kelompoknya semula dianggap sebagai orang yang telah gagal dan telah mempermalukan kelompoknya. Atau karena orang ini kawin dengan orang yang tidak seagama sehingga tidak mendapatkan restu dari kelompoknya semula dan dianggap sebagai orang yang terhilang. Atau karena orang ini telah membelot, masuk ke negeri musuh dan berperang untuk kepentingan musuh.
Si pelukis gambar hendak menyampaikan pesannya, bahwa Yesus Kristus tetap mengasihi, menjaga, memelihara dan mencari orang-orang semacam itu. Hal ini bertolakbelakang dengan apa yang umumnya dipraktikkan gereja, yakni ingin mengeluarkan anggota-anggotanya yang dipandang telah mempermalukan komunitasnya.