Sunday, January 10, 2010

Madonna Breastfeeding the Infant Jesus


Di atas adalah foto sebuah patung kecil unik asesoris diorama peristiwa-peristiwa di sekitar kelahiran Yesus yang dibeli penulis dari Atlanta, Trudie Barreras, ketika dia berkunjung ke Meksiko pada tahun 2001. Keunikan patung ini terletak pada figur Bunda Maria yang sedang bertelanjang dada meneteki bayi Yesus yang dengan tenang menyedot salah satu puting susu bundanya. Kedua payudara Bunda Maria yang dibiarkan telanjang serta kerlingan lembut dan tajam kedua matanya ke arah sang bayi memberi kesan mendalam pada setiap orang yang memandang patung ini dalam-dalam. Bukan saja sinar cinta dari kedua matanya menghubungkan sang bunda kudus dengan sang bayi buah hatinya, tetapi juga mulut mungil sang bayi terhubung langsung dengan tubuh sang ibu melalui puting susu yang sedang asyik dikenyotnya. Body-to-body touch and connection!

Pembuat patung luar biasa ini bukan sedang mengeksploitasi patung Bunda Maria secara seksual untuk mendapatkan keuntungan material dari penjualan hasil karya seninya ini. Tetapi apa yang diekspresikan melalui patung uniknya ini memberi gambaran impresionistik yang sangat kuat mengenai sifat dan kodrat keibuan sang bunda Maria yang melalui dua buah payudaranya yang padat berisi air susu ibu memberi nutrisi sehat pada sang bayi Yesus, sementara sang Bunda yang sedang menyusui bayinya ini duduk di atas pelana seekor keledai berpunggung dan berkaki kuat.


Anda bertanya, mau pergi ke mana sang Bunda Maria bersama sang bayi Yesus dengan menunggang seekor keledai jantan yang perkasa? Memang Yusuf tidak ditampilkan oleh si pengrajin patung. Tetapi jelaslah kalau si seniman bermaksud menggambarkan perjalanan keluarga kudus ini kabur ke Mesir, meninggalkan Betlehem, untuk menghindari Raja Herodes yang sedang mencari sang bayi untuk dibunuhnya, seperti dikisahkan penulis Injil Matius dalam pasal 2:13-18.


Tentu saja kisah perjalanan ke Mesir oleh keluarga kudus ini bukanlah sebuah kisah yang faktual dulu terjadi. Bagaimana mungkin di tengah lingkungan keras daerah bebatuan dan gurun serta keadaan jalan-jalan setapak yang berat keluarga kudus ini harus menempuh perjalanan sejauh antara 300 sampai 400 kilometer dengan tentu saja bukan naik sebuah Jeep, melainkan dengan menunggang seekor keledai, dengan sekaligus harus merawat dan menjaga kesehatan sang bayi Yesus terus-menerus? Jika perjalanan semacam ini dilakukan oleh perempuan mana pun yang baru melahirkan bersama bayinya yang masih merah, pada keadaan dan kondisi zaman itu di Timur Tengah, ini akan menjadi suatu mimpi buruk, a nightmare, yang akan berujung pada kematian.


Penulis Injil Matius menyusun sebuah episode fiktif pelarian ke Mesir ini karena kebutuhan teologisnya untuk menyatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh bisa menjadi sang Mesias Israel, Anak Allah, karena Yesus sudah menapaktilaskan perjalanan bangsa Israel, anak Allah, keluar meninggalkan Mesir, rumah perbudakan, untuk masuk ke Tanah Perjanjian (Keluaran 14), setelah untuk beberapa waktu diungsikan oleh kedua orangtuanya ke Mesir. Bahwa episode ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan teologis ini nyata dari sebuah pernyataan yang ditulisnya pada ayat 15, “Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: ‘Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku’” (kutipan dari Hosea 11:1), untuk memberi sebuah landasan skriptural bagi kembalinya kanak-kanak Yesus dari Mesir ke Tanah Perjanjian. Pelarian ke Mesir oleh keluarga kudus ini bisa jadi juga merupakan sebuah fiksi teologis Matius untuk menyejajarkan Yesus dengan Yusuf, anak Rahel, yang dijual seharga dua puluh syikal perak oleh saudara-saudaranya kepada para pedagang dari Midian yang kemudian membawanya ke Mesir dan di sana akhirnya Yusuf menjadi seorang besar yang sangat berkuasa, seperti dikisahkan dalam Kejadian 37:28; 39:1; dan 41:37-45. Pendek kata, episode injil tentang pelarian ke Mesir menempatkan Yesus sejajar dengan para bapak leluhur Israel bahkan mengejawantahkan dalam dirinya sendiri seluruh kolektivitas bangsa Israel sebagai anak Allah, yang dulu Allah, melalui Musa, telah merdekakan dari perbudakan di Mesir.