Saturday, April 24, 2010

Maria Magdalena: Si Penggoda Yesus?

Di sebelah kiri adalah gambar sebuah patung telanjang Maria Magdalena seukuran manusia yang dibuat dari kayu limau. Patung ini dipahat kurang lebih pada 1510 oleh Gregor Erhart (1470-1540), dan menggambarkan diri Maria sebagai seorang asket mistik yang tubuhnya ditutupi hanya oleh rambutnya yang panjang.

Patung yang mengesankan ini sekarang dapat dijumpai di museum Louvre di Paris, dan pertama kali muncul di muka umum pada waktu suatu pasar seni digelar di Jerman pada abad XIX dan dibeli oleh museum ini pada 1902.

Menurut sebuah legenda, Maria Magdalena (yang dengan keliru dicap sebagai seorang pelacur yang bertobat oleh Paus Gregorius Agung pada 591) menjalani suatu kehidupan terasing di dalam sebuah goa Sainte-Baume, dengan pakaiannya hanya berupa rambutnya yang lebat dan panjang.

Setiap hari, menurut legenda ini, Maria diangkat ke sorga oleh para malaikat untuk mendengarkan paduan suara sorgawi.

Raut wajahnya yang lemah dan posisi meditasinya dimaksudkan untuk mengekspresikan ekstasi mistiknya, sementara kecantikannya yang luar biasa dan rambut emasnya yang halus dimaksudkan untuk mengungkapkan pancaran kemuliaan dan kesuciannya.

Para mistikus sedunia, dulu maupun kini, menggunakan gambaran sensual ketika mereka ingin mengungkapkan hubungan terdalam mereka dengan Yang Kudus, das Heilige. Dengan demikian, ketelanjangan Maria Magdalena menyimbolkan hubungannya yang terdalam dan terintim dengan Yang Ilahi.


Yesus dan Maria Magdalena: keduanya bertelanjang dada.
Suatu pesan erotik?

Gambar di atas: Yesus dan Maria Magdalena; keduanya bertelanjang dada. Suatu pesan erotikkah, atau suatu pesan mistikal?

Perhatikanlah gambar kedua itu yang dilukis oleh Peter Paul Rubens pada 1618. Mungkin sekali gambar ini mau mengisahkan suatu peristiwa yang terjadi tak lama setelah Yesus bangkit dari kematian, ketika Maria Magdalena sedang mendekati-Nya dan memanggil-Nya “Rabuni” (dalam bahasa Aram yang mengungkapkan keintiman dan keseharian) serta mau memegang-Nya (Yohanes 20:11-18).

Tetapi penulis Injil Yohanes tidak mengatakan bahwa selama perjumpaan ini, murid-murid pria Yesus juga hadir bersama Maria Magdalena. Sukar untuk kita memutuskan di mana kita harus menempatkan gambar ini dalam masa kehidupan Yesus.

Meskipun ada kesulitan ini, setiap orang dapat menangkap suatu pesan erotik dari gambar ini. 

Baik Maria Magdalena maupun Yesus bertelanjang dada, dan Maria tampaknya ingin menyerahkan seluruh tubuhnya ke tangan Yesus yang kuat dan terbuka. Apakah mereka berdua ingin segera berhubungan seks? Jelas, pertanyaan ini sulit dijawab. Atau apakah gambar ini, yang menampilkan Yesus dan Maria setengah telanjang, ingin mengatakan kepada kita perihal sisi mistik hubungan Yesus dan Maria Magdalena?

Dalam Injil Filipus 63-64, kita menemukan sebuah teks luar biasa yang mencatat sisi erotik hubungan Yesus dan Maria Magdalena, sebagai berikut:
Sahabat sang penyelamat adalah Maria Magdalena. Sang Penyelamat mengasihinya lebih dari Dia mengasihi semua murid lainnya, dan Dia sering menciumnya pada mulutnya (Marvin Meyer, The Gospels of Mary [2004], 49).
Kata “mulut” tidak pasti sebab pada poin ini teksnya telah rusak. Namun, kita masih memiliki teks-teks kuno lain yang mengisahkan Yesus secara khusus memang mencintai Maria Magdalena, yakni Injil Maria 10; 17-18; Pistis Sofia 17; 19.

Apakah kata “sahabat” dalam Injil Filipus 63-64 berarti “pasangan” atau “istri” atau “mitra seksual”?

Apakah semua teks ini sebetulnya menyingkapkan sisi seksual hubungan Yesus dengan Maria Magdalena? Atau apakah semua teks ini ingin mengatakan adanya sisi mistikal dalam hubungan Yesus dan Maria Magdalena?

Apapun maksud semua teks ini, tampaknya sudah pasti bahwa Maria Magdalena sebagai seorang perempuan adalah suatu bagian penting dari kehidupan Yesus dari Nazareth yang paling personal, sehingga peran Maria Magdalena dalam kehidupan Yesus haruslah dengan serius diperhitungkan.



Perhatikan gambar di atas.  Siddartha Gautama sedang dicobai oleh Maara, si jahat atau si pencoba, bersama balatentaranya

Setiap figur religius terpenting yang hidup di masa lampau biasanya digambarkan sebagai seorang tokoh yang harus mengalami pencobaan dan penderitaan berat dan yang akhirnya harus tampil sebagai seorang pemenang. Kisah-kisah fiktif mitologis disusun oleh para pendiri agama-agama untuk mengungkapkan apa yang diduga ada dalam pikiran orang-orang suci mereka yang bertekad untuk melaksanakan apa yang mereka masing-masing yakini sebagai visi dan misi mereka sendiri, atau yang dirasakan dalam hati mereka ketika mereka sedang menghadapi ujian-ujian dan penderitaan fisik berat.

Siddharta Gautama, misalnya, selama Dia mencari pencerahan dan segera setelah Dia mendapatkan pencerahan dan menjadi sang Buddha atau Orang Yang Tercerahkan (pada usia 35 tahun) dikisahkan harus menghadapi pencobaan-pencobaan berat yang didatangkan oleh Iblis yang dikenal dalam teks-teks Buddhis sebagai Maara atau Paapimaa (= Si Pencoba, Dia Yang Jahat, atau Si Jahat).

Maara, sebagai sosok mitologis, digambarkan berwajah sangat mengerikan dan memiliki bala tentara berjumlah ribuan, dan mengendarai seekor gajah yang dinamakan Girimekhalaa. Si Jahat ini bersama dengan sepuluh skuadronnya menyerang Siddharta sebagai seorang calon Buddha. Ketika Siddharta berangkat meninggalkan segala kemuliaannya sebagai seorang pangeran, dia konon dicobai oleh Maara yang muncul di langit dan berbicara kepada sang calon Buddha ini mengenai kemuliaan kerajaan duniawi yang segera akan diterimanya. Ketika tawaran kerajaan duniawi ini ditolak Siddharta, Maara mengundurkan diri dan bersumpah akan terus menguntit-Nya seperti bayang-bayang yang terus hadir mengikuti-Nya.



Sang Buddha sedang digoda erotik oleh seorang Puteri Maara

Konon Maara memiliki tiga puteri yang masing-masing bernama Berahi, Nikmat dan Kesenangan. Setelah ayah mereka beserta bala tentaranya gagal, tiga perempuan jahat ini dikisahkan bersekongkol dan mencoba menggoda Siddharta Gautama tak lama setelah Dia mendapatkan pencerahan.

Mereka bersatu-padu untuk menghancurkan tekad dan kesiapan sang Buddha untuk menyebarkan dharma kepada sebanyak mungkin orang, dengan menggunakan kecantikan wajah dan tubuh mereka yang sexy untuk merangsang syahwat sang Buddha. Mereka menggunakan nyanyian, tarian, musik, rayuan manis dan tubuh yang merangsang sebagai senjata mereka untuk membangkitkan gairah seksual dalam pikiran sang Buddha. Tetapi sang Buddha sedikitpun tidak tertarik kepada rayuan dan godaan genit mereka; maka mereka pun gagal juga.

Kita tentu saja tahu bahwa sebelum Yesus tampil di muka umum sebagai seorang nabi atau seorang rasul Allah, dia konon telah dicobai oleh Iblis seperti dikisahkan dalam injil-injil sinoptik (Markus 1:12-13; Matius 4:1-11; Lukas 4:1-13). Kepada Yesus, sang Iblis konon menawarkan cara-cara mudah untuk mendapatkan makanan, perlindungan Allah dan status messias, keagungan dan kerajaan dunia.

Dalam imajinasi saya, supaya lumayan lengkap, haruslah ada sebuah cobaan penting lainnya yang harus dihadapi dan diatasi Yesus, yakni pencobaan erotis dari seorang perempuan cantik dan menawan seperti konon pernah dihadapi Siddharta Gautama jauh sebelumnya. Godaan seksual adalah suatu kenyataan normal kehidupan manusia, yang bisa dialami baik oleh seorang laki-laki maupun oleh seorang perempuan, dan bukan suatu fiksi yang diciptakan karena kebencian kepada kaum perempuan atau kepada kaum pria.

Perempuan yang dapat menggoda Yesus secara seksual tentu saja Maria Magdalena, bukan seorang perempuan lain manapun. Ketika berhadapan dengan godaan seksual ini, Yesus harus memutuskan apa yang Dia akan harus lakukan pada perempuan yang menawan hati-Nya ini. 

Ketimbang membiarkan dirinya terus-menerus digoda secara seksual oleh perempuan ini, Yesus, lagi dalam imajinasi saya, memutuskan untuk mengawini Maria Magdalena. Dengan demikian Yesus dapat mencium Maria Magdalena pada mulutnya tanpa merasa bersalah, entah untuk mengungkapkan sisi mistikal hubungan-Nya dengan Maria Magdalena, atau, khususnya, untuk melampiaskan gairah syahwat-Nya.