Saturday, September 26, 2009

The Dancing Jesus


Yesus berdansa? Aah, itu sangat duniawi, hedonis, tidak ortodoks! Ya, lukisan di atas ini memang tidak ortodoks. Tetapi, duniawi, hedonis? Nanti dulu, Bung! Lukisan ini menampilkan Yesus sedang berdansa bersama Maria dan Martha serta perempuan-perempuan lain, buah tangan pelukis Bali asal Den Pasar, I Nyoman Darsane. Menurut sang pelukis, cahaya putih berkilat kemuliaan ilahi Yesus terpancar justru ketika dia menari, berdansa, bergerak. Pada mulanya adalah gerak! In the beginning was the divine movement. Gerak meliuk tubuh Yesus sepenuhnya adalah suatu gerakan yang kuat, ampuh, powerful. Melalui tariannya, Yesus menyalurkan energi, kekuatan dan cahaya ilahi yang ada dalam dirinya ke dunia sekitarnya, yang dilatarbelakangi kegelapan, kepada perempuan-perempuan sahabat Yesus.

Bukan hanya Darsane, banyak seniman lain di berbagai tempat di muka planet Bumi juga membayangkan Yesus suka menari. Gambar kedua adalah buah tangan pelukis Amerika, Mark Dukes, menampilkan Yesus yang berjubah sedang menari, kaki kirinya terangkat, dan tangan kanannya memegang tongkat besi panjang yang ujungnya berbentuk salib.

Gambar ketiga memperlihatkan Yesus yang sudah diturunkan dari kayu salibnya menari, tangan kanannya terangkat ke atas, tangan kirinya memegang tongkat yang berujung salib, kedua tapak kakinya yang masih meninggalkan dua luka bekas paku menginjak bola dunia, dan sebuah selendang panjang warna-warni melilit panggul, tubuhnya yang telanjang dan kedua belah tangannya, seolah dia sedang merayakan kemenangannya dari kuasa maut dengan berdansa sambil mengibarkan selendang.

Pada gambar keempat di atas, yang dibuat oleh Lindena Robb, Sydney, Australia, Yesus yang bertelanjang dada dengan bergembira dan penuh suka cita sedang menari, dan sejumlah perempuan, sambil tersenyum, memandang kepadanya, mungkin dengan gairah seksual dalam hati mereka masing-masing. Langit yang biru menambah suatu perasaan bergairah dalam diri mereka yang hadir.

Apakah gambaran tentang Yesus yang berdansa tidak kristiani? Oh, sama sekali tidak demikian! Yesus menari, sangatlah kristiani; sebab ada sebuah teks suci Kristen yang menuturkan Yesus menari bersama-sama murid-muridnya. Teks ini dapat kita baca dalam sebuah dokumen yang diberi nama Kisah Rasul Yohanes (The Acts of John), yang ditulis pada abad 2 M sebagai sebuah karya sastra jenis roman, dengan menerima pengaruh dari tradisi teologi komunitas Yohanes. Teologi dokumen apokrif ini bercorak Kristen gnostik Valentinian, yang dituangkan paling kentara dalam pasal 94-102. Di dalam dokumen ini (pasal 94-96) dituturkan bahwa pada saat Perjamuan Terakhir, sebelum dia disalibkan, Yesus berkata, “Sebelum aku diserahkan kepada mereka, marilah kita menaikkan sebuah kidung pujian kepada sang Bapa lalu kita sama-sama menghadapi apa yang akan terjadi di depan kita.” Setelah berkata demikian, Yesus meminta murid-muridnya berdiri membentuk sebuah lingkaran dengan satu sama lain bergandengan tangan, dan dia sendiri berdiri di tengah lingkaran itu, lalu bersama dengan semua muridnya Yesus menari-nari dengan sangat kuat. Setiap Yesus selesai menaikkan madah, murid-muridnya, sambil menari-nari, menyambut dengan seruan “Amin!” Tarian Yesus bersama murid-muridnya serta madah yang dinyanyikannya ini disebut sebagai Tarian Salib Melingkar (the Round Dance of the Cross). Selengkapnya, madah yang dinaikkan Yesus dan respons antifonal semua muridnya berikut ini.

Kemuliaan bagimu, bapa.

Amin.

Kemuliaan bagimu, firman.

Kemuliaan bagimu, rakhmat.

Amin.

Kemuliaan bagimu, roh.

Kemuliaan bagimu, sang kudus.

Kemuliaan bagi kemuliaanmu.

Amin.

Kami puji engkau, bapa.

Kami bersyukur kepadamu, terang,

di dalammu tidak ada kegelapan.

Amin.

Aku nyatakan mengapa kami bersyukur:

aku akan diselamatkan
dan aku akan menyelamatkan.

Amin.

Aku akan dibebaskan
dan aku akan membebaskan.

Amin.

Aku akan dilukai dan aku akan melukai.

Amin.

Aku akan dilahirkan dan aku akan melahirkan.

Amin.

Aku akan memakan dan aku akan dimakan.

Amin.

Aku akan mendengar dan aku akan didengar.

Amin.

Aku akan diingat,
dan aku adalah ingatan yang murni.

Amin.

Aku akan dibasuh dan aku akan membasuh.

Amin.

Rakhmat berdansa.


Aku akan meniup seruling.

Marilah, setiap orang, berdansa.

Amin.

Aku akan meratap.

Setiap orang, merataplah.

Amin.

Kawasan delapan kidung bersama kita.

Amin.

Bilangan keduabelas berdansa di atas.

Amin.

Seluruh jagat berdansa bersama kita.

Amin.

Jika engkau tidak berdansa,
engkau tidak mengetahuinya.

Amin.

Aku akan lari jauh dan aku akan tetap di sini.

Amin.

Aku akan menghias dan aku akan dihias.

Amin.

Aku akan disatukan dan aku akan menyatukan.

Amin.

Aku tidak memiliki rumah
dan aku memiliki banyak rumah.

Amin.

Aku tidak bertempat tinggal
dan aku akan memiliki banyak tempat.

Amin.

Aku tidak memiliki bait
dan aku memiliki banyak bait.

Amin.

Aku adalah sebuah pelita bagimu yang melihatku.

Amin.

Aku adalah sebuah cermin bagimu yang mengenalku.

Amin.
Aku adalah sebuah pintu bagimu yang mengetukku.

Amin.

Akulah sebuah jalan bagimu, wahai musafir.

Amin.


Jika engkau mengikuti dansaku,

lihatlah dirimu ada di dalamku ketika aku berbicara.
Jika engkau sudah melihat apa yang kuperbuat,

simpanlah dalam hatimu apa yang menjadi misteriku.

Engkau yang menari,
pertimbangkanlah apa yang kulakukan.


Penderitaanmu adalah
penderitaan insani yang harus kutanggung.

Engkau tidak akan pernah memahami apa yang engkau derita

kecuali aku sang firman diutus kepadamu oleh sang bapa.

Engkau yang telah melihat apa yang kulakukan

telah melihat aku sebagai penderitaan,
dan pada saat engkau melihatnya,

engkau tidak kokoh berdiri

tetapi sangat tergoyangkan.

Engkau digoyangkan menuju hikmat,

dan engkau mendapat pertolonganku.


Rehatlah di dalamku.


Siapa aku,
engkau akan tahu kalau aku pergi.
Apa yang sekarang terlihat pada diriku,

itu bukanlah aku yang sesungguhnya.

Siapa aku sebenarnya,

engkau akan lihat kalau engkau mau datang.


Seandainya engkau tahu bagaimana harus menderita

engkau akan dapat tidak menderita.

Belajarlah bagaimana menderita

maka engkau akan dapat tidak menderita.


Apa yang engkau tidak ketahui,

aku akan ajarkan kepadamu.

Akulah Allahmu,

bukan Allah si pengkhianat.


Aku mendambakan jiwa-jiwa yang suci

selaras dengan diriku.
Ketahuilah firman hikmat.


Katakanlah bersamaku,

Kemuliaan bagimu, bapa.

Kemuliaan bagimu, firman.

Kemuliaan bagimu, roh.

Amin.


Jika engkau ingin tahu siapa aku dahulu,

aku menertawakan segalanya dengan firman ini,

dan aku sama sekali tidak ditertawakan.


Aku melompat-lompat karena girang.

Pahamilah segala sesuatu,

dan ketika engkau telah memahaminya,
beritakanlah.

Kemuliaan bagimu, bapa.

Amin.


Sayangnya, dokumen apokrif Kisah Rasul Yohanes ini oleh Paus Leo Agung (menjabat dari 24 September 440 sampai 10 November 461) pada abad kelima dicap sebagai sebuah dokumen yang menyesatkan. Sang Paus menyatakan secara resmi bahwa dokumen ini “berisi sebuah ranjang panas yang menyesatkan dan karenanya harus bukan hanya dilarang tetapi juga dienyahkan sama sekali dan dibakar dengan api.”


Bagaimanapun juga, dengan adanya Kisah Rasul Yohanes, kekristenan memiliki sebuah tradisi langka yang menyatakan bahwa Yesus bernyanyi dan berdansa bersama murid-muridnya. Tarian yang Yesus bersama murid-muridnya gerakkan, dan madah serta respons murid-muridnya, menyatukan mereka semua dengan jagat raya, menyatukan Yesus dengan murid-muridnya sehingga dia ada di dalam mereka dan mereka ada di dalamnya, dan dengan kesatuan mistikal lewat tarian hebat ini para murid disucikan dan menerima kekuatan untuk dapat menanggung penderitaan dan mengetahui cara bagaimana menaklukkan penderitaan.


Sebetulnya, dalam banyak agama tradisional di seluruh dunia, dulu maupun kini, para tokoh suci agama-agama, jadi bukan hanya Yesus, digambarkan memakai tari-tarian sebagai media untuk menyalurkan kekuatan ilahi kepada umat dan dunia ini, dan tari-tarian mereka menyimbolkan gerak energik ketuhanan yang menjadi fondasi dasar seluruh ciptaan.

Siwa nataraja, Siwa Raja Pedansa


Siwa nataraja

Hinduisme sebagai suatu agama yang sudah sangat tua umurnya, jauh lebih tua dari kekristenan, mengenal tradisi pemikiran dan kesenian semacam ini. Gambar kelima dan keenam di atas menampilkan Dewa Siwa sedang melakukan tarian; dan dalam pose dansanya ini Siwa dikenal sebagai sang Nataraja, sang Raja Pedansa. Pose Siwa dalam Nataraja dan segala pernak-pernik yang dipegangnya dan yang ada bersamanya penuh dengan makna simbolik yang berjangkauan kosmik. Ringkas kata, tarian Siwa Nataraja ini menyimbolkan siklus kosmik penciptaan dan pembinasaan dan juga ritme kelahiran dan kematian sebagai pengalaman kehidupan manusia dan segenap makhluk hidup setiap hari, yang semuanya mengalir keluar dari Dewa Siwa. Jelas, dansa Nataraja adalah sebuah alegori artistik yang menunjuk pada lima wujud prinsipil keberadaan energi yang kekal dalam jagat raya, mulai dari partikel sub-atomik sampai jagat raya mahabesar: penciptaan, pembinasaan, pengawetan/pemeliharaan, keselamatan, dan ilusi.

Gambar ketujuh di atas menampilkan Dewa Siwa sedang berdansa bersama Dewi Parwati sebagai sang Bunda Ilahi Tertinggi dalam kepercayaan Hindu yang darinya lahir semua dewi yang memenuhi jagat raya. Perhatikan gambar kelima ini: betapa intim, mesra, harmonis, menyatunya Siwa dan Parwati sebagai istri kedua Siwa dalam suatu tarian erotis dan mistikal.

Mungkin seorang Kristen heterodoks bisa tergoda untuk juga membayangkan Yesus menari dalam suasana yang sama dengan seorang pasangan perempuannya. Siapakah pasangan perempuan Yesus, yang dengannya dia dapat berdansa, untuk bersama-sama lewat dansa mereka menyalurkan energi kreatif kehidupan bagi gerejanya dan bagi dunia? Mungkinkah sang perempuan pasangan berdansa Yesus adalah Maria Magdalena? Jawabnya tentu bergantung pada imajinasi kreatif dan artistik kita masing-masing. Berimajinasilah, dan rayakanlah iman kepada Yesus dengan tari-tarian! Berdansalah mengikuti gerak kuat Roh Yesus Kristus!

Sources of images:
(1) http://miatorgau.melbourneitwebsites.com/page/jesus_laughing_exhibition.html
(2) http://fineartamerica.com/featured/dancing-christ-mark-dukes.html
(3) http://www.flickr.com/photos/18056776@N00/542055762
(4) http://www.lotussculpture.com/nataraja1.htm
(5) http://shrutam.com

by Ioanes Rakhmat



Wednesday, September 16, 2009

The Friendly Jesus

Konfusius, Gautama Buddha dan Lao Tzu akur-akur saja meskipun masing-masing figur besar ini mendirikan agama yang berlainan satu sama lain dan datang dari tempat yang berbeda dan aktif di waktu yang tidak sama. Gambar di samping kiri ini sangat menyenangkan mata dan hati saya karena ketiga tokoh besar Asia ini ditampilkan dengan sangat harmonis dan serasi satu sama lain. Di benua Asia terutama, Konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme dipandang sebagai tiga agama dengan satu dharma, satu ajaran, satu kebenaran, satu hukum, satu logika, dan ketiga soko guru tiga agama ini dipandang sebagai tiga serangkai, tritunggal. Sungguh, benua Asia telah melahirkan tiga agama dari tiga figur besar ini, yang satu sama lain bersikap akomodatif, rekonsiliatif, bersahabat, bersaudara, dan integratif. Sungguh berbeda halnya dengan kekristenan yang pada awalnya sebenarnya lahir di suatu kawasan yang dinamakan Timur Tengah, yang dapat dikata lebih dekat ke Asia ketimbang ke Eropa, secara geografis maupun secara sosio-kultural.

Di dalam suatu dunia Yunani-Romawi kuno kekristenan perdana harus bersaing dengan banyak agama lain yang masing-masing memiliki “jago” yang dideifikasi, diilahikan dan disembah. Kekristenan perdana tidak mau kalah bersaing, dan Yesus Kristus pun diilahikan, ditempatkan paralel dengan sang Kaisar Roma yang dijadikan allah negara Roma, atau paling tidak paralel dengan banyak dewa-dewi Yunani-Romawi yang memiliki hubungan hierarkis satu sama lain dalam suatu panteon.


Dalam konteks religius di dunia kuno yang plural semacam ini, dan juga karena perlakukan politis yang tidak lembut terhadap kekristenan perdana baik dari kalangan penguasa Roma maupun dari kalangan Yahudi, umat Kristen perdana dipaksa untuk memandang diri mereka superior dibandingkan umat agama-agama lain, dan sang Kristus mereka pun ditinggikan oleh mereka dan diberi tempat tiada taranya, mengalahkan pesaing-pesaing manapun. Ini adalah suatu perlawanan ideologis kelompok tertindas demi survival mereka. Tetapi, ketika pada abad 4 M kekristenan diadopsi menjadi agama negara Roma oleh Kaisar Konstantinus Agung dan Kaisar Theodosius, dan mendapatkan kekuasaan politik yang besar, maka kekristenan ortodoks Konstantinian ini, yang semula diremehkan oleh para penganut agama Yahudi, berbalik memperlakukan orang Yahudi dan agama Yahudi dengan buruk dan menuduh mereka sebagai para “pembunuh Tuhan” (deicide) yang patut mendapatkan sekian pembalasan setimpal.

Kekristenan Barat Konstantinian oleh sejarah memang dibentuk menjadi suatu kekristenan yang tidak bisa bersahabat dengan agama-agama lain; Yesus Kristus oleh gereja waktu itu dipandang lebih superior dari semua figur suci lain bahkan dilukiskan sebagai Sang Pantokrator dan sang Viktor yang menaklukkan dunia dan kerajaan-kerajaan dan menguasai semua pendiri agama lain yang dikenal pada masa kejayaan Imperium Romanum. Fondasi ideologis dasariah eksklusivisme dan superiorisme religio-politis kekristenan Barat yang semacam ini memang dibentuk antara lain oleh teks-teks anti-toleransi radikal dalam Perjanjian Baru seperti Filipi 2:9-11; Kisah Para Rasul (KPR) 4:12, dan Yohanes 14:6.

Apakah Yesus dari Nazaret memang berkepribadian seperti dilukiskan dalam teks-teks skriptural eksklusif dan anti-toleransi yang baru disebutkan itu?
Kalau kita menempatkan Yesus dari Nazaret sebagaimana seharusnya sebagai seorang tak terpelajar yang sebagian terbesar kehidupannya dihabiskan di kampung-kampung di Galilea, jelas Yesus bukan seorang kosmopolitan, warga dunia, yang sudah melakukan studi perbandingan agama-agama yang ada di seluruh dunia Yunani-Romawi pada zamannya. Yesus tidak pernah mengunjungi kota-kota metropolitan Yunani-Romawi seperti Sepphoris dan Tiberias di Galilea; apalagi merantau ke luar negeri, meninggalkan Palestina. Selain ke Kaisarea Filipi dan Sidon, paling jauh Yesus hanya sempat satu kali mengunjungi Yerusalem di Yudea, barangkali untuk menemui Yakobus si Adil, saudaranya, yang tinggal di situ. Jadi, sangat mustahil Yesus dari Nazaret mengkhotbahkan teks Yohanes 14:6 atau menyetujui teks KPR 4:12 atau teks Filipi 2:9-11. Teks-teks semacam ini adalah ciptaan kekristenan perdana dalam rangka polemik religio-politis lewat sarana sastra, bukan keluar dari mulut Yesus sendiri. Dekonstruksi terhadap teks-teks ini dapat dibaca dengan mengklik link ini.

Selain itu, sebagai seorang mukmin Yahudi mustahil Yesus mengambil-alih peran Allah YME, Allah Yahudi, atau menyamakan dirinya sendiri dengan Allah YME, Allah yang barangkali memang berhak pada diri-Nya sendiri mengucapkan kata-kata yang tertulis dalam teks-teks skriptural eksklusif dan anti-toleransi itu.


Tetapi, segalanya sudah kasep! Orang Kristen pada umumnya, para juru kampanye injil Kristen khususnya, selalu membenturkan dan mempertentangkan Yesus Kristus dengan tokoh-tokoh suci yang disembah umat-umat beragama lain. Yesus oleh mereka dibuat selalu tegang, nervous dan agresif! Selalu dalam posisi siaga tempur! Yesus oleh mereka tidak pernah dibuat santai dan relaks! Yesus oleh mereka selalu dijadikan sang hakim yang siap mengadili figur-figur suci dunia lainnya! Nah, dalam situasi yang buruk semacam ini, baiklah kita berpaling ke para seniman yang memiliki jiwa dan perasaan jauh lebih lembut ketimbang jiwa dan perasaan para pembela fanatis Yesus yang dipercaya dalam ortodoksi Kristen.

Pada gambar 2, kita lihat Yesus dan Gautama Buddha sedang duduk ngedeprok, bersahabat, dan santai berteduh di bawah sebatang pohon besar, mungkin di Kebun Raya Bogor, mungkin juga sedang asyik membicarakan UTS atau UAS yang akan mereka tempuh minggu depan di
universitas mereka masing-masing, atau bisa jadi sedang mendiskusikan terorisme di Indonesia. Pandanglah juga gambar 3 di atas, Buddha Gautama dengan cuping kuping yang panjang menjulur ke bawah dan model rambut yang khas, dan Yesus yang mengenakan ikat kepala dari anyaman duri tajam, sedang sama-sama memakai T-Shirt modern bertuliskan angka 2 dan serentak mengacungkan telunjuk dan jari tengah mereka masing-masing yang membentuk huruf V. Menurut Anda, apa yang mereka mau sampaikan dengan simbol V itu, angka 2, dan T-Shirt mereka? Apakah mereka sedang bahu-membahu mengampanyekan kemenangan kaum muda modern (bangsa Jepang) atau sedang berkampanye untuk suatu partai politik dengan nomor urut 2? Lihatlah juga gambar 4, Yesus Kristus sedang berjalan tenang di samping sahabatnya, Krishna, Dewa Teragung umat Hindu, bergandengan tangan, mungkin di atas permukaan air jernih bak cermin atau mungkin juga di suatu tanah lapang landai licin dan mengkilat di kawasan pegunungan.

Wahai, para pembela dan juru kampanye fanatis injil gereja, berpalinglah kepada para seniman untuk menemukan Yesus yang cinta damai dan bersahabat, a friendly Jesus, yang akur dengan tokoh-tokoh suci agung keagamaan dunia lainnya! Merekalah, para seniman itu, bukan Anda, yang merupakan sahabat-sahabat sejati Yesus.

Sources:
Figures
(1) http://www.geocities.com/johnaugus/tao-image2.html
(2) http://www.sinfest.net/archive_page.php?comicID=2413
(3) http://mattstone.blogs.com/christian/2009/08/jesus-buddha-manga-art.html
(4) http://spiritual-religious-yoga-wallpapers.blogspot.com/2006/07/om-aum-jesus-christ-krishna-free.html

Saturday, September 12, 2009

The Bodhisattva Jesus

Alkisah, ada tiga orang sedang menempuh perjalanan di padang gurun yang kering dan gersang. Mereka terbakar terik matahari dan sangat kehausan. Di kejauhan mereka melihat sebuah tembok tinggi yang segera mereka dekati. Sesampainya di sana, mereka mengelilingi tembok itu untuk menemukan jalan masuk, tetapi tidak satupun pintu mereka temukan. Mereka lalu memutuskan untuk memanjat tembok tinggi itu. Salah seorang menaiki pundak seorang temannya, lalu melihat ke balik tembok, dan berteriak “Hore” lalu melompat ke dalam. Orang yang kedua juga mengulangi tindakan temannya sebelumnya, lalu juga berteriak girang dan melompat ke dalamnya. Orang yang ketiga tinggal sendirian. Dia berusaha keras tanpa bantuan memanjat tembok tinggi itu dan berhasil. Dia melihat di balik tembok itu ada sebuah taman luas yang subur lengkap dengan air sejuk mengalir, pohon-pohon, buah-buahan, hewan-hewan, dan sebagainya. Tetapi, ketimbang segera melompat memasuki taman itu, dia sebaliknya melompat masuk kembali ke gurun gersang itu dan mencari tanpa henti para musafir yang melewati gurun itu untuk memberitahukan mereka taman itu dan cara menemukannya. Nah, orang yang ketiga inilah Bodhisattva.

Dalam tradisi Buddhisme, khususnya aliran Mahayana, Bodhisattva adalah seorang makhluk atau manusia (Sanskerta: sattva) yang sudah mencapai pencerahan (bodhi) dan tinggal selangkah lagi terlepas dari samsara, siklus penderitaan, kematian, kelahiran kembali, lalu memasuki Nirvana (Nibbāna) dan mencapai status Buddha (“orang yang telah sepenuhnya dicerahkan”), tetapi bersumpah tidak akan masuk ke dalam Nirvana Ke-buddha-an sampai seluruh manusia bahkan seluruh rumput di padang mendapatkan pencerahan melalui dharma/dhamma (“ajaran”, “logos”, “nomos”, “hikmat”, “kebenaran”) dan kebajikan (paramita) yang disebarkannya (parinamana) dalam dunia ini.

Nah, gambar 1 di atas menampilkan Yesus Bodhisattva yang sedang duduk dalam posisi bersila atau dalam posisi teratai atau posisi padma (Sanskerta: padma-asana) di atas bunga padma (teratai atau seroja) yang sedang mekar penuh berwarna merah muda. Padma-asana adalah suatu posisi istimewa yang dalam tradisi agama-agama Timur seperti Buddhisme dan Hinduisme dan lain-lain dikenakan kepada figur-figur suci seperti para Bodhisattva, misalnya Bodhisattva Samantabhadra atau Fugen Bosatsu, yang dipandang sebagai sang Bodhisattva keindahan dan cinta universal (lihat gambar 2 dan gambar 3). Begitu juga, Dewi Lakshmi yang dalam Hinduisme dipercaya sebagai Dewi kecantikan, kekayaan, kemakmuran, kesehatan dan kemurnian, dilukiskan bersila di atas bunga padma merah muda yang mekar sempurna (lihat gambar 4). Orang yang berlatih yoga juga melakukan padma-asana (lihat gambar 5) untuk melenyapkan segala penyakit dan mempertahankan keseimbangan alamiah antara tubuh, gerak pikiran dan gerak pernafasan sehingga dari kehidupannya dapat mengalir cinta.

Tanaman teratai tumbuh di atas air yang keruh berlumpur, tetapi daun-daunnya yang hijau lebar dan bunga-bunganya yang indah bermekaran senantiasa tetap kering dan tidak ternoda oleh air keruh berlumpur (gambar 6). Seorang pakar Konfusianisme yang bernama Zhou Dunyi memuji tanaman padma, tulisnya “Aku menyukai padma karena meskipun tumbuh dari lumpur, tanaman ini senantiasa tidak ternoda.” Dalam Bhagavad Gita 5:10, kita baca, “Barangsiapa melakukan kewajibannya tanpa terikat pada apa yang dilakukannya, melainkan memasrahkan segala hasilnya pada Tuhan Yang Maha Agung, dia tidak terpengaruh oleh tindakan yang berdosa, bak bunga padma tidak tersentuh oleh air.” Konon dikisahkan bahwa ketika Gautama Buddha baru dilahirkan, sang bayi Gautama langsung bisa berjalan sendiri dan pada tujuh tempat pertama dia menapakkan kakinya langsung tumbuh bunga teratai yang mekar.

Bunga padma, dengan demikian, adalah sebuah simbol yang pas untuk menggambarkan keindahan ilahi, kemurnian seksualitas, budi dan kesadaran, kodrat dasariah manusia yang murni dan tidak tercemar, kebajikan, cinta, gerak transformasi dari ketidaktahuan ke pencerahan, orang yang dicerahkan, jati diri Bodhisattva.

Kalau kita perhatikan dengan saksama gambar Yesus Bodhisattva di atas, si pelukisnya ingin menyatakan Yesus adalah seorang Bodhisattva, dengan semua sifat yang dikenakan pada bunga padma melekat pada dirinya. Dia duduk bersila, mengambil posisi padma-asana, sambil bersemedi dengan kedua mata terbuka, dengan kedua tapak tangan dan jari-jemarinya dirapatkan mengambil bentuk seperti bentuk yang biasa tampak dalam lukisan-lukisan Gautama Buddha yang sedang bermeditasi, dan mengenakan jubah teduh seorang suci Asia. Di latarbelakangnya berdiri sebuah kayu salib yang pada masing-masing kiri dan kanan bilah horisontalnya tertancap sebilah paku yang masih berbercak darah merah.

Sehabis disalibkan,
Yesus sang Bodhisattva ini tidak meninggalkan dunia ini, memasuki Nirvana, kembali kepada sang Bapa di surga seperti dipercayai oleh orang Kristen pada umumnya sehingga salibnya kosong seperti ikon salib orang Kristen Protestan, tetapi tetap berada dalam dunia ini dan berkarya terus sebagai seorang Bodhisattva, membawa dharma dan menabur paramita, sampai semua makhluk dan segala rumput di seluruh padang di muka bumi mendapatkan bodhi dan mengalami pembebasan dari siklus samsara kematian dan kelahiran kembali, masuk ke dalam Nibbāna. Kontras dengan Yesus sang Bodhisattva yang tidak terus terpantek di kayu salib, tetapi aktif kembali dalam dunia menebar kebajikan dan menyampaikan pengajaran, orang Kristen Katolik membayangkan sang Kristus mereka masih terus tersalib sebagaimana ikon kayu salib gereja ini masih digantungi jenazah Yesus yang berat.

Orang Kristen ortodoks perlu belajar banyak dari si pelukis Yesus sang Bodhisattva ini, yang impresif sekali bisa lebih dekat masuk ke dalam jantung kemanusiaan dan keilahian yang berdetak dalam figur Yesus ini. Bagi si pelukis ini, setiap orang yang mengikut Yesus sang Bodhisattva ini akan menjadi bukan seorang Kristen egoistik introvert yang mencari keselamatan untuk pribadinya dan ingin cepat-cepat masuk surga, tetapi akan menjadi seorang Bodhisattva Kristen yang menolak masuk surga, dan memilih tetap tinggal dalam dunia ini untuk giat menabur kebajikan dan menyebar dharma sampai semua makhluk dan segala rumput di padang serta semua hewan dan serangga mendapatkan penerangan budi.



Friday, September 4, 2009

Different Madonnas and Child Jesuses

Ketiga gambar di samping kiri ini masing-masing menampilkan seorang ibu bersama seorang anak laki-lakinya. Ibu yang pertama memangku putra kecilnya yang telanjang bulat; sedang ibu yang kedua dan yang ketiga menggendong masing-masing putra ciliknya yang berpakaian.

Gambar pertama dan gambar kedua tidak mengesankan sesuatu yang istimewa bagi orang yang memandangnya. Ya..., kedua gambar pertama tampak biasa saja: seorang ibu berkulit hitam sedang mengemong putra kecilnya yang warna kulitnya sama dengan warna kulit ibunya. Bagi Anda mungkin kedua gambar ini gambar tentang hal yang rutin dan biasa dilakukan seorang bunda. Tetapi, perhatikan, si ibu pada gambar pertama duduk bersila dan kedua matanya terpejam, sepertinya dia sedang khusuk mengonsentrasikan pikirannya pada putra ciliknya yang sedang dipangkunya. Gambar ketiga baru kelihatan istimewa, karena selain menampilkan seorang ibu yang sedang menggendong putra kecilnya, di belakang kepala masing-masing digambar cakram mahkota cahaya kuning yang biasanya dipahami sebagai cahaya kemuliaan ilahi yang memancar dari wajah orang-orang suci.

Tetapi, sesungguhnya ketiga gambar ini adalah gambar-gambar
istimewa, karena masing-masing gambar ini sama-sama menampilkan Madonna atau Bunda Maria bersama putra kecilnya, Yesus. Masing-masing gambar mengekspresikan Madonna dan kanak-kanak Yesus dengan paras, postur, warna kulit dan pakaian yang satu sama lain berbeda. Ditampilkan di sini tiga Madonna dan tiga kanak-kanak Yesus yang berlainan.

Madonna dan kanak-kanak Yesus pada gambar pertama di atas adalah Madonna dan kanak-kanak Yesus orang Papua New Guinea (PNG), suatu negeri yang terletak di Kepulauan Melanesia, Oseania, di Samudra Pasifik, yang berpenduduk kurang dari 6 juta orang, dengan bagian terbesar darinya (82 %) tinggal di kawasan pedesaan, dan memiliki 850 bahasa pribumi. Hampir semua penduduk PNG (96 %) beragama Kristen yang mencakup minimal 12 denominasi yang berbeda. Meskipun demikian penduduk negeri ini, dengan sepertiganya masih hidup dalam kemiskinan ekstrim (hidup dengan kurang dari 1,25 US Dollar per hari), tetap melekat pada animisme dan pemujaan roh nenek moyang, minimal dalam dasar batin mereka.

Sedangkan gambar Madonna dan kanak-kanak Yesus yang di tengah adalah buah karya seorang seniman Kristen Afrika, suatu benua terbesar kedua di dunia dan juga terpadat kedua penduduknya di planet Bumi ini, dengan total jumlah penduduk 1 milyar orang menurut sensus tahun 2009, yang tersebar di negara-negara yang seluruhnya berjumlah 53 (belum termasuk kawasan sengketa di Sahara Barat). Meskipun kaya dengan sumber-sumber alam, Afrika adalah benua termiskin dan terbelakang di dunia, karena penyakit dan virus (HIV/AIDS dan malaria), pemerintahan domestik yang korup dan menindas HAM, kegagalan program-program pembangunan terencana, tingkat buta huruf yang tinggi, konflik militer dan konflik antar-suku, tidak adanya akses ke modal asing. Dari total jumlah penduduk, 380 juta di antaranya, yang mendiami kawasan Afrika Sub-Sahara, hidup sangat miskin, dengan hanya 70 sen US Dollar per hari (di tahun 2005).

Madonna dan kanak-kanak Yesus pada gambar ketiga berkulit kuning langsat. Dugaan Anda benar bahwa mereka adalah Madonna dan Yesus bangsa China, suatu bangsa besar yang memiliki suatu peradaban yang sudah berumur sangat panjang, sudah dimulai dan terus berlanjut sejak 5000 tahun lalu, yang pada akar-akarnya tertanam suatu kepercayaan dan penyembahan terhadap Shangdi, Allah Yang Esa dan Maha Agung, atau Langit. Kepercayaan dan pemujaan pada Langit ini setidaknya sudah dianut sejak Dinasti Shang (1766 SM) sampai tumbangnya dinasti terakhir tahun 1911 M. Kepercayaan pada Shangdi ini dengan demikian mendahului Taoisme, Konfusianisme dan masuknya Buddhisme dari India dan Asia Tengah pada masa Dinasti Han (206 SM-220 M), dan kekristenan sejak setidaknya abad 7 M dengan masuknya Gereja Timur Assyria, dan masuknya Islam pada tahun 651 melalui kegiatan perdagangan, dan juga Yudaisme pada abad ke-7 atau ke-8 M serta paruhan pertama abad ke-20 ketika Holokaus terjadi di Eropa. Sekarang, pemerintah negeri China sudah berhasil mengangkat rakyatnya dari kemiskinan, rakyat yang berjumlah sangat besar, 20% dari total penduduk dunia (6,7 miliar), persisnya 1.338.612.968 orang per Juli 2009. Menurut IMF, pendapatan per kapita negeri ini adalah 5.943 USD di tahun 2008; meskipun demikian, sampai tahun 2005 sejumlah 10,8 % penduduknya masih hidup kurang dari 1 USD per hari.

Anda bisa jadi bertanya-tanya, mana Madonna dan kanak-kanak Yesus yang asli? Jawabnya: ketiganya adalah Madonna dan kanak-kanak Yesus asli! Masing-masing gambar ini adalah gambar-gambar autentik buah tangan para seniman yang memandang, menghayati dan mengekspresikan Bunda Maria dan kanak-kanak Yesus dari sudut pandang kebudayaan dan kebangsaan serta sejarah masing-masing yang unik. Setiap bangsa dan kebudayaan melahirkan wajah Madonna dan wajah Yesus sendiri-sendiri dalam konteks sejarah dan konteks ruang yang berbeda. Meskipun berbeda dari wajah Madonna dan wajah kanak-kanak Yesus yang orang Kristen biasa kenali dari warisan
mariologi dan kristologi Barat, setiap ekspresi artistik wajah Madonna dan wajah Yesus yang non-Barat, non-ortodoks, yang heterodoks, adalah ekspresi yang autentik, unik dan absah, dan sama nilai, martabat dan harganya, dan karena itu patut diakui oleh orang Kristen di tempat-tempat lain.

Thursday, September 3, 2009

I Love You Full..., the Alien Jesus!

 


Di atas ini adalah ikon Yesus alien, Yesus dari angkasa luar, dari luar planet Bumi, extra-terrestrial Jesus. Lingkar cahaya kemuliaan ilahi memahkotai kepalanya; dan jubahnya mengungkapkan kebesarannya, seorang suci dan seorang tercerahkan. Jari-jemari tangan kanannya seolah bergerak, menandakan dia sedang mengajar. 

Tangan kirinya tampaknya bukan memegang Kitab Taurat, tetapi suatu peralatan elektronik yang berkedip-kedip. 

Sepasang matanya yang hitam cekung dan khas, dan bentuk kepalanya yang tidak sama dengan bentuk kepala manusia, membuat orang tahu bahwa dia sedang menatap suatu makhluk asing, bukan suatu makhluk dari planet Bumi ini. Tentu ikon luar biasa ini sangat mengesankan dan berbicara banyak bagi kita, khususnya bagi orang Kristen.

Orang Kristen ortodoks umumnya cenderung berpandangan bahwa pemahaman dan pengenalan mereka terhadap Yesus sudah final dan definitif; Yesus sudah habis dipahami dan dengan demikian sudah berhasil dikuasai dan dimasukkan ke dalam saku, lalu saku ini dikancing dan ditutup rapat-rapat, sreeeetttt ... sekali untuk selamanya! 

Dogma-dogma kristologis yang dirumuskan sekian abad lampau di Eropa oleh kekristenan Barat diyakini oleh mereka sudah memuat segala kebenaran tentang Yesus, sehingga tidak ada kebenaran-kebenaran lain tentang Yesus yang berada di luar dogma-dogma ini. Benarkah demikian? 

Sama sekali tidak benar. Mereka yang berpandangan demikian tidak tahu (atau tidak mau tahu) bahwa refleksi-refleksi kristologis terus berlanjut, di banyak tempat dan di banyak zaman, hingga sekarang ini, kendatipun kekristenan ortodoks dengan keras kepala mengklaim bahwa segala hal mengenai diri Yesus sudah lengkap ditampung dalam dogma-dogma kristologis masa lampau, yang ditetapkan pada abad-abab ke-4 dan ke-5 dulu oleh kekristenan Barat di Eropa.





Nah, ikon the alien Jesus ini, sekali lagi, terlihat sangat asing dalam pandangan kita, sangat janggal, tidak biasa, tidak ortodoks, heterodoks, berasal dari alam antah-berantah, menyeramkan, dan mengusik ketenteraman batin dan pikiran, mengguncang kemapanan dan status quo. Mungkin ada banyak orang Kristen menjadi marah dan berang karena ada lukisan ikon Yesus yang semacam ini; mungkin juga mereka menuduh sang pelukisnya telah menodai kesucian Yesus yang dilahirkan dari sang perawan suci Maria. Kepada mereka yang merasa demikian, baiklah saya anjurkan untuk memandang ikon ini sekali lagi dengan tajam, terfokus. Tangkap dan temukan daya alienasi yang terpancar dari bentuk kepala, raut wajah, sepasang mata hitamnya dan senyumnya yang misterius.

Jika Anda makin merasa figur Yesus yang ditampilkan ikon ini sangat asing, sangat berjarak dengan Anda, dan tidak mungkin bisa Anda terima dalam hati dan pikiran, dan menggelisahkan Anda, maka ... Anda sudah makin dekat pada kebenaran. 

Kebenaran apa? Kebenaran bahwa Yesus memang adalah suatu figur yang tidak bisa habis kita pahami, dia selalu sebagai suatu alien, kendatipun mungkin kata-kata kita telah habis untuk mengungkapkan siapa dia, dan tinta telah kering untuk menulis tentang dia, dan para seniman telah kehabisan ilham dan kreativitas untuk melukis dirinya, dan kertas dan kanvas seluas langit telah penuh dengan cat minyak warna-warni.

I love you full ..., the alien Jesus!

Wednesday, September 2, 2009

Wajah Asia Bunda Maria dan Kanak-kanak Yesus




Menurut Anda, siapakah sang ibu dan anak yang digendongnya pada gambar di sebelah ini? 

Perhatikan, ada sebuah lingkaran mahkota kemuliaan ilahi pada masing-masing figur. Selain itu, sang ibu dan sang putra masing-masing juga mengenakan sebuah mahkota berwarna merah, yang biasa dipakai kalangan ningrat bangsa China tempo dulu, dan rambut keduanya tampak tegas berwarna hitam pekat. 

Raut dan warna kulit wajah keduanya jelas bukan raut wajah dan warna kulit muka orang Barat. Perhatikan, sepasang biji mata keduanya berwarna hitam. 

Seutas rantai perak panjang melingkar di leher sang ibu dan terjuntai ke bawah. Model pakaian warna dasar kuning serta motif kembang warna-warni yang menghiasi pakaian keduanya menunjukkan pakaian orang Asia, persisnya pakaian kaum bangsawan China, ketimbang pakaian orang Eropa atau orang Amerika. 

Di latar belakang, kayu dan papan berukir warna coklat makin menampilkan alam Asia. Anda mungkin menerka, sang anak adalah Siddharta Gautama yang sedang digendong oleh Mahaprajapati, saudara perempuan ibunya yang baik hati, yang menjadi sang inang pengasuh Siddharta sampai dia dewasa. Tetapi, kebanyakan orang akan menyatakan sang ibu pada gambar ini adalah Bunda Maria dan sang anak adalah Yesus kanak-kanak yang keduanya ditampilkan secara artistik dari sudut pandang alam dan kebudayaan Asia.

Nah, pada blog saya ini, yang saya beri nama The Jesus Blog, saya akan melakukan eksplorasi dan kajian khusus hanya mengenai diri Yesus dari Nazareth berdasarkan aneka ragam teks kuno dan teks modern, dan menampilkan serta mengomentari berbagai paras wajah Yesus dan penampilannya yang dilukiskan oleh seniman-seniman dari berbagai macam kebudayaan di dunia ini, dulu maupun kini.

The Jesus Blog
ini saya bangun karena cinta saya yang mendalam terhadap Yesus, cinta yang membuat saya memberontak pada gereja yang memasung dan memenjarakan Yesus dalam dogmatisme beku sehingga dia kehilangan autentisitas dan kebebasan azasinya. 

Jika Anda memiliki gambar-gambar Yesus yang dibuat dalam konteks kebudayaan Anda di Indonesia, kirimkanlah kepada saya untuk saya up-load di blog ini. Selamat mengikuti The Jesus Blog dan silakan berpartisipasi dengan kreatif di dalamnya.

Be weird.