Thursday, December 24, 2009

Babe Jesuses of Asia Were Born


Inilah pemandangan di sekitar peristiwa kelahiran Yesus menurut imajinasi seorang seniman India. Bukan bintang Betlehem tentunya, tetapi bintang Kalkuta yang dari luar menyinari bayi Yesus yang baru dilahirkan. Cahaya bintang ini sangat cemerlang sehingga mengalahkan cahaya lampu-lampu yang dinyalakan dalam ruangan. Selain seekor keledai menemani mereka bertiga, di latar belakang ada juga beberapa ekor sapi yang bagi orang India adalah hewan suci. Munculnya sapi-sapi ini menjadi ciri khas lukisan kelahiran Yesus India ini.



Bunda Maria India, yang di pergelangan kaki dan tangannya memakai gelang-gelang, sedang menimang bayi Yesus yang baru dilahirkan. Sang bayi yang di pangkuannya sudah bisa diajak bercanda dan tertawa-tawa cerah. Di latar depan bukan seekor ular sedang meliuk-liuk naik ke atas, melainkan sebatang pohon kecil. Kegelapan di latar belakang dikalahkan oleh cahaya kemuliaan ilahi yang memancar dari kepala kedua insan berbahagia ini.


Inilah keluarga kudus yang berbahagia: Maria, bayi Yesus dan Yusuf India. Bintang kecil Kalkuta tampak bersinar jauuuh di atas.


Dalam imajinasi seorang pelukis Tiongkok, ketika bayi Yesus baru dilahirkan, yang mengunjungi mereka adalah para gembala (ataukah para tetangga?) laki-laki dan gembala perempuan. Tuan Yusuf bersimpuh di sebelah kiri Bunda Maria. Yusuf tampak bak seorang pembesar dengan topi kebesarannya yang tidak dilepasnya. Selain seekor kerbau dan seekor keledai, ayam-ayam jantan pun ikut bertamu ke rumah (atau kandang?) sederhana tempat kelahiran Yesus. Pasti hingar bingar suasana di ruangan ini, yang tentunya bisa membuat bayi Yesus ketakutan. Silent night mustinya tidak dirasakan bayi yang kebisingan ini.



Menurut imajinasi seorang pelukis Indonesia (yang namanya tidak diketahui), ketika Yesus dilahirkan yang datang berkunjung adalah para tetangga lengkap dengan membawa anak-anak mereka. Di ruangan tempat bayi Yesus dilahirkan, ada sebuah bale-bale; tetapi kasihannya sang bayi diletakkan di lantai tanah ruangan di atas secarik karung bekas atau sehelai kain tebal. Sukar untuk menemukan mana Bunda Maria dan mana Yusuf, apakah pasangan yang di sebelah kanan ataukah pasangan yang di sebelah kiri. 

Sebagai ganti cahaya benderang bintang di langit, yang menerangi ruangan adalah dua lampu tempel besar dan sebuah lampu tempel kecil. Lampu yang satunya lagi, yang letaknya terdepan, tidak bernyala, mungkin karena sudah kehabisan minyak tanahnya. 

Tidak ada hewan apapun dalam ruangan. Tidak ada tiga raja yang datang. Tidak ada persembahan mas, mur dan kemenyan. Bayi Yesus betul-betul dilahirkan dalam kemiskinan, lahir dalam kondisi kerempeng. Maklum, yang dilahirkan ini adalah bayi Yesus Indonesia di suatu kampung miskin yang tidak tersentuh pembangunan yang banyak dikorupsi oleh para pembesar.


Saturday, November 14, 2009

Jesus as Guru

Gambar batik di atas adalah karya Solomon Raj dari India. Dengan berbasis pada tradisi keagamaan Hindu India, dia melukiskan Yesus sebagai seorang guru sejati, Sadguru, yang sedang mengajarkan dan menuangkan hikmat dan kebenaran hakiki seperti ditampakkan oleh tangan kanannya yang terangkat ke atas. Tangan kirinya berada pada suatu posisi simbolis yang menyatakan seorang yang memiliki perhatian dan belarasa besar untuk menghibur orang yang sedang berduka. Dalam lukisan batik ini, Yesus duduk dalam posisi teratai, padma asana, yang menandakan kesucian dan kekudusan dirinya serta keluasan hikmat ilahi yang dimilikinya. Kepalanya dilukiskan bermahkotakan lingkaran kemuliaan ilahi yang selalu menyertainya kemana pun dia pergi. (Lukisan ini diambil dari http://www.somc.org.uk/resources/symbols.htm)

Dalam kepercayaan religius India, seorang Sadguru mengajarkan orang hal-hal terpenting dalam kehidupan yang perlu diketahui dan dihayati para murid. Seorang Sadguru dipercaya memiliki titiksa (toleransi) dan karuna (belarasa), bersahabat dengan semua makhluk hidup, bebas dari segala nafsu serakah, dan pikiran serta kesadarannya senantiasa terpusat pada Krisna, Allah yang Mahakuasa dalam kepercayaan Hindu. Seorang Sadguru bahkan dipercaya merupakan wujud kehadiran Allah dalam rupa manusia, seorang Avatara. Dalam kepercayaan para penyembah Dewa Siwa (Saiva Sidddhanta), Allah sendiri dipercaya datang dalam rupa seorang guru kebenaran pada waktu para murid, setelah melewati suatu periode persiapan pertarakan, sudah siap menerima pengajaran atau dharma yang membawa orang kepada puncak kesatuan dengan sang Brahman. Dengan demikian, tugas terpenting seorang guru adalah mengajarkan orang tentang dharma dan membawa mereka ke dalam kesatuan dengan Allah yang mahakuasa.


Gambar kedua menampilkan Yesus dan seorang perempuan Samaria yang menjadi teman bercakap-cakap Yesus di dekat sumur Yakub, seperti dituturkan dalam Injil Yohanes 4, tetapi ditampilkan dalam konteks kebudayaan Hindu India. Kain jingga yang meliliti sebagian tubuh Yesus, serta seuntai kalung yang dipakainya, menunjukkan dia seorang suci India, seorang guru, bukan lagi seorang Rabbi Yahudi yang belakangan diakui sang perempuan Samaria itu sebagai sang Mesias (Yohanes 4:29). Sebagai sang Avatara, penjelmaan sang Firman, ho logos, Yesus dalam lukisan ini digambarkan sebagai sang guru India yang mengajarkan pengetahuan mengenai Allah dan membawa orang ke dalam kesatuan dengan Allah sendiri, yang dengan-Nya Yesus dalam Injil Yohanes digambarkan terus-menerus berada dalam satu kesatuan. (Lukisan ini diambil dari http://indologica.de/drupal/?q=node/231)

Tampaknya, pemahaman India tentang Yesus sebagai Sadguru lebih dapat ditampilkan jika sang pelukis mencari inspirasi dari Injil Yohanes dan mengontekstualisasikannya dengan kebudayaan India, ketimbang dari Injil-injil Sinoptik yang menggambarkan Yesus sebagai sang guru yang mengajar pengetahuan mengenai Taurat (lihat Lukas 18:18-27; Matius 19:16-26; Lukas 10:25-28).

Monday, October 26, 2009

The Muslim Madonna and Child Jesus


Di atas ini sebuah lukisan kaum Muslim mengenai Maria (Maryam) yang sedang duduk memangku kanak-kanak Yesus (Isa) di bawah naungan sebatang pohon kurma. Yusuf ada di belakang bukit batu memandang mereka berdua. Selain pada kepala Maryam, pada kepala kanak-kanak Isa dilukiskan ada sebuah mahkota api yang membubung bernyala membakar. Ini adalah sebuah gambaran yang tidak biasa, yang menghubungkan Isa dengan api yang berkobar.



Begitu juga, pada gambar kedua di atas ini, sebuah mahkota api bernyala bertengger pada kepala kanak-kanak Isa yang dipangku Maryam yang sedang duduk di beranda rumah. Sebatang pohon lebat ada di samping mereka.

Dalam Perjanjian Baru, Yesus memang beberapa kali dihubungkan dengan api. Tetapi yang paling menarik adalah sebuah ucapannya yang dicatat dalam Injil Thomas. Dalam
Injil Thomas logion 82, Yesus bersabda, “Dia yang dekat padaku, dekat dengan api; dia yang jauh dariku, jauh dari kerajaan” (Bdk Injil sang Penyelamat 107.43-48; Origenes, Hom. in Jer. L.I [III], 3.104-105; Didimus si Buta, In Ps. 88.8; Pseudo-Efrem, Eksposisi Injil 83).




Api berfungsi membakar, menghanguskan, memurnikan, dan, tentu saja, menerangi atau mencerahkan. 

Orang yang layak menjadi para pengikut Yesus, yang dekat dengan dirinya, adalah orang yang bersedia dekat dengan api, terbakar, hangus, dimurnikan dan budinya dicerahkan. Tentu ini adalah sebuah metafora tentang orang yang dibentuk kembali secara baru dan dimurnikan serta dicerahkan secara radikal. 

Dalam gambaran apokaliptis, kerajaan sorga adalah kerajaan api. Dalam logion 82 Injil Thomas ini, Yesus disamakan dengan api dari kerajaan sorga dan menyatakan diri-Nya juga sebagai api. Orang yang mengalami kristofani akan merasakan Yesus sebagai api yang membakar, dan orang yang tidak siap akan tidak tahan berhadapan dengan-Nya ketika dia menyatakan kemuliaan sorgawinya dalam api yang bernyala. 

Dalam Injil sang Penyelamat 107.43-48, Yohanes meminta Yesus yang sudah dibangkitkan untuk, dalam kristofaninya, mengurangi cahaya api kemuliaan-Nya, sebab jika tidak demikian, para murid akan tidak tahan dan akan dikuasai kegentaran yang mengerikan dan dibinasakan. Orang yang layak menjadi murid-murid Yesus, dengan demikian, adalah orang yang sanggup bertahan ketika berhadapan dengan Yesus yang berwujud api sorgawi, dan, dalam kedekatannya dengan Yesus, mengalami pencerahan budi.



Friday, October 23, 2009

The Muslim Jesus

Dalam pandangan Islam, Yesus adalah seorang Muslim sejati yang dipilih Allah untuk memanggil orang untuk menerima Islam sebagai “jalan lurus” dan memasrahkan diri kepada kehendak Allah. Kalau saya “memasrahkan diri kepada kehendak Allah”, maka saya juga seorang Muslim, tanpa perlu mengikrarkan syahadat Islam terlebih dulu. Gampang, kan? Tetapi kalangan Muslim sendiri seringkali sangat mempersulit orang untuk menjadi Muslim, dengan mengajukan berbagai aturan keagamaan berbelit-belit dan terinci yang harus ditaati, bahkan sampai ada yang perlu menjadi seorang teroris suicide bomber untuk menjadi seorang Muslim sejati.

Inilah gambar wajah Yesus sebagai seorang Muslim: berjenggot, berkumis, bercambang lebat, berkulit sawo matang, memakai sorban hitam. Seorang Kristen ortodoks akan menyatakan, Aah, orang ini sama sekali tidak mirip dengan Yesus saya!

Yesus Muslim memakai jubah putih melambangkan kesuciannya,
tetapi gambar ini juga bisa ditafsir sebagai seorang Yesus muslim yang sedang menunaikan ibadah haji


Kalaupun Yesus memiliki kelebihan, dia dipandang paling jauh hanya sebagai seorang nabī atau seorang rasūl. Jangan sekali-kali memaksa kaum Muslim untuk mengakui bahwa Yesus adalah inkarnasi Allah atau Anak Allah yang memiliki ke-praada-an!

Yesus Muslim berjubah putih sampai menutupi kepalanya, kedua belah tangannya terangkat dalam sikap sembahyang, di belakang kepalanya melingkar cahaya kemuliaan dan sebuah salib

Selain itu, ada beberapa gelar lain yang diberikan kepada Yesus dalam tradisi Islam, yakni Yesus sebagai mubārak (= “orang yang diberkati” atau “sumber kebaikan bagi orang lain”), wadjih (“orang yang patut dikagumi di dunia maupun di akhirat”), ‘ abd-Allāh (=hamba Allah), al-Masīḥ (=sang Mesias), kalimatullah (=firman Allah) dan lain-lain.

Ini sebuah sketsa Yesus berwajah Arab, mengenakan sorban bermotif mirip sorban yang dulu biasa dipakai Yasser Arafat; tampaknya sketsa ini belum rampung

Nah, saya akhirnya tergelitik bertanya, Siapa yang lebih tampan, Nabi Muhammad ataukah Yesus Muslim dalam gambar-gambar di atas? Barangkali ada yang mau menyumbang gambar wajah sang Nabi kepada saya?

Sunday, October 11, 2009

The Original Dark-Skinned Jesus

Menurut anda bagaimana rupa wajah Yesus yang sebenarnya? Berkulit putih, berambut panjang pirang dan berombak serta berbiji mata biru, seperti yang mungkin dipajang pada dinding kamar belajar anda? Aah, itu adalah wajah Yesus dari para pelukis Zaman Barok (Renaissance) di Eropa (abad 14-abad 16), yang mula-mula merupakan salah satu dari sekian lukisan wajah Ceasare Borgia, seorang putera berkepribadian buruk dari Paus Aleksander VI (dikenal juga sebagai Rodrigo Borgia) (1431-1503), yang dilukis oleh Michelangelo Buonarroti dan Leonardo da Vinci atas permintaan ayahnya pada tahun 1492 (menurut sebuah catatan Aleksandre Dumes, Celebrated Crimes, jilid I).

Patung 3-Dimensi kepala dan wajah seorang laki-laki di atas tentu tidak anda kenal, bukan? Perhatikanlah: dia berkulit gelap sawo matang dan sedikit hitam, berambut tebal, lurus, pendek, berkeriting kusut dan berwarna hitam, serta kedua biji matanya berwarna coklat. Anda perlu tahu, patung ini adalah sebuah patung kepala Yesus dari Nazaret yang dirancangbangun dengan suatu metode ilmiah oleh sebuah tim yang ditugaskan oleh TV BBC London dengan memakai bukti-bukti medis forensik, arkeologis, geografis dan artistik yang diperoleh dari abad pertama Masehi, masa kehidupan Yesus sendiri. Potret patung ini dipublikasi pertama kali secara khusus pada suatu acara tayangan TV BBC selama musim Paskah 2001, tayangan yang diberi judul Son of God.

Bentuk dan volume tengkorak patung ini dirancang dengan memakai sebuah model dari sebuah tengkorak laki-laki yang ditemukan di Israel, yang berasal dari abad pertama. Hal ini harus dilakukan sebab, seperti dijelaskan oleh tim BBC itu, “Kepala orang-orang Yahudi pada masa kini berbeda dari kepala mereka pada 2000 tahun lalu; karena itulah tim kami mencari sebuah tengkorak seorang laki-laki Yahudi dari masa kehidupan Yesus.” Pengonstruksian patung kepala Yesus dari Nazaret ini sendiri ditangani oleh seorang seniman medis forensik Richard Neave dari Universitas Manchester. Salah seorang anggota tim BBC itu, Joe Zias, seorang arkeolog Israel, menyatakan, “Dalam merekonstruksi kepala ini, kami tidak mengklaim bahwa inilah persisnya wajah Yesus; tetapi kami mencoba untuk menyingkirkan semua citra buruk sekian banyak figur Yesus yang bukan-bukan, yang dilukiskan berambut pirang, bermata biru, yang menjadi ciri produk-produk Hollywood.” Jeremy Brown, presenter tayangan Son of God ini, berkomentar, “Yesus bukanlah seorang yang berambut pirang dan bermata biru, seperti yang sangat sering digambarkan dalam kartu-kartu Paskah. Citra yang kami telah bangun jauh lebih realistik.”

Kalau ditelusuri ke belakang, ternyata gambar-gambar wajah Yesus yang bukan gambar-gambar dari Zaman Barok cukup banyak tersedia, yang memperlihatkan Yesus bukan seorang kulit putih, berambut pirang dan bermata biru. Perhatikanlah gambar dan patung di bawah ini, yang lebih mirip dengan gambar patung Yesus dari Nazaret yang dihasilkan tim BBC di atas.

Wajah Yesus berkulit gelap kehitaman dengan sepasang mata hitam di atas ini berasal dari sebuah gereja di Roma, dari kurun tahun 530 M. Gambar ini sama sekali tidak mirip dengan gambar wajah Yesus Zaman Barok manapun yang dilukis jauh lebih kemudian.

Patung seorang perempuan di atas ini terkenal sebagai Black Madonna, Bunda Maria Hitam, yang sedang memangku kanak-kanak Yesus yang tentu saja juga berkulit hitam. Patung ini bukanlah patung-patung yang dibangun di zaman modern untuk mempropagandakan Teologi Hitam sebagaimana dihayati banyak orang Kristen kulit hitam di Afrika maupun di Amerika Utara oleh modern black Americans. Patung-patung Madonna Hitam semacam ini, ada yang dibuat dari kayu dan ada juga yang dari batu, jumlahnya sampai lima atau enam ratusan lebih dan dibuat pra-zaman Barok, pada zaman Abad Pertengahan (abad ke-11 sampai abad ke-15), dan sekarang ini tersebar di banyak gereja, kuil, tempat suci dan museum di banyak kota di Eropa Barat, mula-mula dibuat di Italia pada abad ke-13 atau abad ke-14. Mengapa keduanya berkulit hitam? Salah satu penjelasan yang paling masuk akal adalah bahwa Black Madonna menampilkan warna kulit yang sebenarnya dari Bunda Maria dan puteranya, Yesus.


Perhatikan raut wajah Yesus dari Ethiopia abad ke-17 atau abad ke-18 pada gambar di atas ini. Kulit wajahnya berwarna sawo matang, dengan rambutnya hitam kelam tebal dan sepasang biji matanya berwarna hitam. Wajah Yesus Ethiopia abad ke-17 ini sama sekali tidak mirip dengan wajah Yesus Zaman Barok.

Di atas ini adalah sebuah lukisan wajah Yesus berkulit gelap, berambut hitam tebal kusut dan bermata hitam, dari tahun 1960. Wajahnya hampir serupa dengan wajah Yesus yang dibangun oleh tim BBC di atas.

Apa kesimpulan yang bisa ditarik? Ya, tidak lain, bahwa wajah Yesus berkulit putih, berambut pirang panjang dan bermata biru, Yesus Zaman Barok, bukanlah wajah asli Yesus dari Nazaret. Dan, tentu saja, orang Kristen yang sudah terbiasa berpaling ke Eropa untuk mencari sumber-sumber kekayaan dogmatis dan spiritual mereka akan sangat tidak menyukai sang Yesus yang berkulit gelap sawo matang, berambut hitam pekat, pendek dan agak kusut, serta berbijimata coklat, seperti yang telah berhasil direkonstruksi oleh tim BBC.

Bagi orang-orang Kristen ortodoks Eropa, termasuk orang-orang Kristen ortodoks Indonesia, Yesus dari tim BBC ini sungguh suatu penghinaan, sungguh suatu ajaran yang heterodoks dan karenanya patut ditolak dan dikutuki. Yesus heterodoks dari tim BBC ini sangat membuat mereka merasa diserang dan dilukai, persis sama dengan perasaan orang-orang Farisi ketika mereka melihat Yesus dari Nazaret
sedang duduk dan makan semeja dengan para pemungut cukai dan orang berdosa, padahal sang rabi informal ini boleh dikata sama pekerjaannya dengan mereka sebagai guru-guru masyarakat. Tetapi, orang harus tidak boleh lupa, di dalam heterodoksi kebenaran malah sering lebih kentara ada, ketimbang di dalam ortodoksi. Berbahagialah mereka yang heterodoks!



Saturday, September 26, 2009

The Dancing Jesus


Yesus berdansa? Aah, itu sangat duniawi, hedonis, tidak ortodoks! Ya, lukisan di atas ini memang tidak ortodoks. Tetapi, duniawi, hedonis? Nanti dulu, Bung! Lukisan ini menampilkan Yesus sedang berdansa bersama Maria dan Martha serta perempuan-perempuan lain, buah tangan pelukis Bali asal Den Pasar, I Nyoman Darsane. Menurut sang pelukis, cahaya putih berkilat kemuliaan ilahi Yesus terpancar justru ketika dia menari, berdansa, bergerak. Pada mulanya adalah gerak! In the beginning was the divine movement. Gerak meliuk tubuh Yesus sepenuhnya adalah suatu gerakan yang kuat, ampuh, powerful. Melalui tariannya, Yesus menyalurkan energi, kekuatan dan cahaya ilahi yang ada dalam dirinya ke dunia sekitarnya, yang dilatarbelakangi kegelapan, kepada perempuan-perempuan sahabat Yesus.

Bukan hanya Darsane, banyak seniman lain di berbagai tempat di muka planet Bumi juga membayangkan Yesus suka menari. Gambar kedua adalah buah tangan pelukis Amerika, Mark Dukes, menampilkan Yesus yang berjubah sedang menari, kaki kirinya terangkat, dan tangan kanannya memegang tongkat besi panjang yang ujungnya berbentuk salib.

Gambar ketiga memperlihatkan Yesus yang sudah diturunkan dari kayu salibnya menari, tangan kanannya terangkat ke atas, tangan kirinya memegang tongkat yang berujung salib, kedua tapak kakinya yang masih meninggalkan dua luka bekas paku menginjak bola dunia, dan sebuah selendang panjang warna-warni melilit panggul, tubuhnya yang telanjang dan kedua belah tangannya, seolah dia sedang merayakan kemenangannya dari kuasa maut dengan berdansa sambil mengibarkan selendang.

Pada gambar keempat di atas, yang dibuat oleh Lindena Robb, Sydney, Australia, Yesus yang bertelanjang dada dengan bergembira dan penuh suka cita sedang menari, dan sejumlah perempuan, sambil tersenyum, memandang kepadanya, mungkin dengan gairah seksual dalam hati mereka masing-masing. Langit yang biru menambah suatu perasaan bergairah dalam diri mereka yang hadir.

Apakah gambaran tentang Yesus yang berdansa tidak kristiani? Oh, sama sekali tidak demikian! Yesus menari, sangatlah kristiani; sebab ada sebuah teks suci Kristen yang menuturkan Yesus menari bersama-sama murid-muridnya. Teks ini dapat kita baca dalam sebuah dokumen yang diberi nama Kisah Rasul Yohanes (The Acts of John), yang ditulis pada abad 2 M sebagai sebuah karya sastra jenis roman, dengan menerima pengaruh dari tradisi teologi komunitas Yohanes. Teologi dokumen apokrif ini bercorak Kristen gnostik Valentinian, yang dituangkan paling kentara dalam pasal 94-102. Di dalam dokumen ini (pasal 94-96) dituturkan bahwa pada saat Perjamuan Terakhir, sebelum dia disalibkan, Yesus berkata, “Sebelum aku diserahkan kepada mereka, marilah kita menaikkan sebuah kidung pujian kepada sang Bapa lalu kita sama-sama menghadapi apa yang akan terjadi di depan kita.” Setelah berkata demikian, Yesus meminta murid-muridnya berdiri membentuk sebuah lingkaran dengan satu sama lain bergandengan tangan, dan dia sendiri berdiri di tengah lingkaran itu, lalu bersama dengan semua muridnya Yesus menari-nari dengan sangat kuat. Setiap Yesus selesai menaikkan madah, murid-muridnya, sambil menari-nari, menyambut dengan seruan “Amin!” Tarian Yesus bersama murid-muridnya serta madah yang dinyanyikannya ini disebut sebagai Tarian Salib Melingkar (the Round Dance of the Cross). Selengkapnya, madah yang dinaikkan Yesus dan respons antifonal semua muridnya berikut ini.

Kemuliaan bagimu, bapa.

Amin.

Kemuliaan bagimu, firman.

Kemuliaan bagimu, rakhmat.

Amin.

Kemuliaan bagimu, roh.

Kemuliaan bagimu, sang kudus.

Kemuliaan bagi kemuliaanmu.

Amin.

Kami puji engkau, bapa.

Kami bersyukur kepadamu, terang,

di dalammu tidak ada kegelapan.

Amin.

Aku nyatakan mengapa kami bersyukur:

aku akan diselamatkan
dan aku akan menyelamatkan.

Amin.

Aku akan dibebaskan
dan aku akan membebaskan.

Amin.

Aku akan dilukai dan aku akan melukai.

Amin.

Aku akan dilahirkan dan aku akan melahirkan.

Amin.

Aku akan memakan dan aku akan dimakan.

Amin.

Aku akan mendengar dan aku akan didengar.

Amin.

Aku akan diingat,
dan aku adalah ingatan yang murni.

Amin.

Aku akan dibasuh dan aku akan membasuh.

Amin.

Rakhmat berdansa.


Aku akan meniup seruling.

Marilah, setiap orang, berdansa.

Amin.

Aku akan meratap.

Setiap orang, merataplah.

Amin.

Kawasan delapan kidung bersama kita.

Amin.

Bilangan keduabelas berdansa di atas.

Amin.

Seluruh jagat berdansa bersama kita.

Amin.

Jika engkau tidak berdansa,
engkau tidak mengetahuinya.

Amin.

Aku akan lari jauh dan aku akan tetap di sini.

Amin.

Aku akan menghias dan aku akan dihias.

Amin.

Aku akan disatukan dan aku akan menyatukan.

Amin.

Aku tidak memiliki rumah
dan aku memiliki banyak rumah.

Amin.

Aku tidak bertempat tinggal
dan aku akan memiliki banyak tempat.

Amin.

Aku tidak memiliki bait
dan aku memiliki banyak bait.

Amin.

Aku adalah sebuah pelita bagimu yang melihatku.

Amin.

Aku adalah sebuah cermin bagimu yang mengenalku.

Amin.
Aku adalah sebuah pintu bagimu yang mengetukku.

Amin.

Akulah sebuah jalan bagimu, wahai musafir.

Amin.


Jika engkau mengikuti dansaku,

lihatlah dirimu ada di dalamku ketika aku berbicara.
Jika engkau sudah melihat apa yang kuperbuat,

simpanlah dalam hatimu apa yang menjadi misteriku.

Engkau yang menari,
pertimbangkanlah apa yang kulakukan.


Penderitaanmu adalah
penderitaan insani yang harus kutanggung.

Engkau tidak akan pernah memahami apa yang engkau derita

kecuali aku sang firman diutus kepadamu oleh sang bapa.

Engkau yang telah melihat apa yang kulakukan

telah melihat aku sebagai penderitaan,
dan pada saat engkau melihatnya,

engkau tidak kokoh berdiri

tetapi sangat tergoyangkan.

Engkau digoyangkan menuju hikmat,

dan engkau mendapat pertolonganku.


Rehatlah di dalamku.


Siapa aku,
engkau akan tahu kalau aku pergi.
Apa yang sekarang terlihat pada diriku,

itu bukanlah aku yang sesungguhnya.

Siapa aku sebenarnya,

engkau akan lihat kalau engkau mau datang.


Seandainya engkau tahu bagaimana harus menderita

engkau akan dapat tidak menderita.

Belajarlah bagaimana menderita

maka engkau akan dapat tidak menderita.


Apa yang engkau tidak ketahui,

aku akan ajarkan kepadamu.

Akulah Allahmu,

bukan Allah si pengkhianat.


Aku mendambakan jiwa-jiwa yang suci

selaras dengan diriku.
Ketahuilah firman hikmat.


Katakanlah bersamaku,

Kemuliaan bagimu, bapa.

Kemuliaan bagimu, firman.

Kemuliaan bagimu, roh.

Amin.


Jika engkau ingin tahu siapa aku dahulu,

aku menertawakan segalanya dengan firman ini,

dan aku sama sekali tidak ditertawakan.


Aku melompat-lompat karena girang.

Pahamilah segala sesuatu,

dan ketika engkau telah memahaminya,
beritakanlah.

Kemuliaan bagimu, bapa.

Amin.


Sayangnya, dokumen apokrif Kisah Rasul Yohanes ini oleh Paus Leo Agung (menjabat dari 24 September 440 sampai 10 November 461) pada abad kelima dicap sebagai sebuah dokumen yang menyesatkan. Sang Paus menyatakan secara resmi bahwa dokumen ini “berisi sebuah ranjang panas yang menyesatkan dan karenanya harus bukan hanya dilarang tetapi juga dienyahkan sama sekali dan dibakar dengan api.”


Bagaimanapun juga, dengan adanya Kisah Rasul Yohanes, kekristenan memiliki sebuah tradisi langka yang menyatakan bahwa Yesus bernyanyi dan berdansa bersama murid-muridnya. Tarian yang Yesus bersama murid-muridnya gerakkan, dan madah serta respons murid-muridnya, menyatukan mereka semua dengan jagat raya, menyatukan Yesus dengan murid-muridnya sehingga dia ada di dalam mereka dan mereka ada di dalamnya, dan dengan kesatuan mistikal lewat tarian hebat ini para murid disucikan dan menerima kekuatan untuk dapat menanggung penderitaan dan mengetahui cara bagaimana menaklukkan penderitaan.


Sebetulnya, dalam banyak agama tradisional di seluruh dunia, dulu maupun kini, para tokoh suci agama-agama, jadi bukan hanya Yesus, digambarkan memakai tari-tarian sebagai media untuk menyalurkan kekuatan ilahi kepada umat dan dunia ini, dan tari-tarian mereka menyimbolkan gerak energik ketuhanan yang menjadi fondasi dasar seluruh ciptaan.

Siwa nataraja, Siwa Raja Pedansa


Siwa nataraja

Hinduisme sebagai suatu agama yang sudah sangat tua umurnya, jauh lebih tua dari kekristenan, mengenal tradisi pemikiran dan kesenian semacam ini. Gambar kelima dan keenam di atas menampilkan Dewa Siwa sedang melakukan tarian; dan dalam pose dansanya ini Siwa dikenal sebagai sang Nataraja, sang Raja Pedansa. Pose Siwa dalam Nataraja dan segala pernak-pernik yang dipegangnya dan yang ada bersamanya penuh dengan makna simbolik yang berjangkauan kosmik. Ringkas kata, tarian Siwa Nataraja ini menyimbolkan siklus kosmik penciptaan dan pembinasaan dan juga ritme kelahiran dan kematian sebagai pengalaman kehidupan manusia dan segenap makhluk hidup setiap hari, yang semuanya mengalir keluar dari Dewa Siwa. Jelas, dansa Nataraja adalah sebuah alegori artistik yang menunjuk pada lima wujud prinsipil keberadaan energi yang kekal dalam jagat raya, mulai dari partikel sub-atomik sampai jagat raya mahabesar: penciptaan, pembinasaan, pengawetan/pemeliharaan, keselamatan, dan ilusi.

Gambar ketujuh di atas menampilkan Dewa Siwa sedang berdansa bersama Dewi Parwati sebagai sang Bunda Ilahi Tertinggi dalam kepercayaan Hindu yang darinya lahir semua dewi yang memenuhi jagat raya. Perhatikan gambar kelima ini: betapa intim, mesra, harmonis, menyatunya Siwa dan Parwati sebagai istri kedua Siwa dalam suatu tarian erotis dan mistikal.

Mungkin seorang Kristen heterodoks bisa tergoda untuk juga membayangkan Yesus menari dalam suasana yang sama dengan seorang pasangan perempuannya. Siapakah pasangan perempuan Yesus, yang dengannya dia dapat berdansa, untuk bersama-sama lewat dansa mereka menyalurkan energi kreatif kehidupan bagi gerejanya dan bagi dunia? Mungkinkah sang perempuan pasangan berdansa Yesus adalah Maria Magdalena? Jawabnya tentu bergantung pada imajinasi kreatif dan artistik kita masing-masing. Berimajinasilah, dan rayakanlah iman kepada Yesus dengan tari-tarian! Berdansalah mengikuti gerak kuat Roh Yesus Kristus!

Sources of images:
(1) http://miatorgau.melbourneitwebsites.com/page/jesus_laughing_exhibition.html
(2) http://fineartamerica.com/featured/dancing-christ-mark-dukes.html
(3) http://www.flickr.com/photos/18056776@N00/542055762
(4) http://www.lotussculpture.com/nataraja1.htm
(5) http://shrutam.com

by Ioanes Rakhmat



Wednesday, September 16, 2009

The Friendly Jesus

Konfusius, Gautama Buddha dan Lao Tzu akur-akur saja meskipun masing-masing figur besar ini mendirikan agama yang berlainan satu sama lain dan datang dari tempat yang berbeda dan aktif di waktu yang tidak sama. Gambar di samping kiri ini sangat menyenangkan mata dan hati saya karena ketiga tokoh besar Asia ini ditampilkan dengan sangat harmonis dan serasi satu sama lain. Di benua Asia terutama, Konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme dipandang sebagai tiga agama dengan satu dharma, satu ajaran, satu kebenaran, satu hukum, satu logika, dan ketiga soko guru tiga agama ini dipandang sebagai tiga serangkai, tritunggal. Sungguh, benua Asia telah melahirkan tiga agama dari tiga figur besar ini, yang satu sama lain bersikap akomodatif, rekonsiliatif, bersahabat, bersaudara, dan integratif. Sungguh berbeda halnya dengan kekristenan yang pada awalnya sebenarnya lahir di suatu kawasan yang dinamakan Timur Tengah, yang dapat dikata lebih dekat ke Asia ketimbang ke Eropa, secara geografis maupun secara sosio-kultural.

Di dalam suatu dunia Yunani-Romawi kuno kekristenan perdana harus bersaing dengan banyak agama lain yang masing-masing memiliki “jago” yang dideifikasi, diilahikan dan disembah. Kekristenan perdana tidak mau kalah bersaing, dan Yesus Kristus pun diilahikan, ditempatkan paralel dengan sang Kaisar Roma yang dijadikan allah negara Roma, atau paling tidak paralel dengan banyak dewa-dewi Yunani-Romawi yang memiliki hubungan hierarkis satu sama lain dalam suatu panteon.


Dalam konteks religius di dunia kuno yang plural semacam ini, dan juga karena perlakukan politis yang tidak lembut terhadap kekristenan perdana baik dari kalangan penguasa Roma maupun dari kalangan Yahudi, umat Kristen perdana dipaksa untuk memandang diri mereka superior dibandingkan umat agama-agama lain, dan sang Kristus mereka pun ditinggikan oleh mereka dan diberi tempat tiada taranya, mengalahkan pesaing-pesaing manapun. Ini adalah suatu perlawanan ideologis kelompok tertindas demi survival mereka. Tetapi, ketika pada abad 4 M kekristenan diadopsi menjadi agama negara Roma oleh Kaisar Konstantinus Agung dan Kaisar Theodosius, dan mendapatkan kekuasaan politik yang besar, maka kekristenan ortodoks Konstantinian ini, yang semula diremehkan oleh para penganut agama Yahudi, berbalik memperlakukan orang Yahudi dan agama Yahudi dengan buruk dan menuduh mereka sebagai para “pembunuh Tuhan” (deicide) yang patut mendapatkan sekian pembalasan setimpal.

Kekristenan Barat Konstantinian oleh sejarah memang dibentuk menjadi suatu kekristenan yang tidak bisa bersahabat dengan agama-agama lain; Yesus Kristus oleh gereja waktu itu dipandang lebih superior dari semua figur suci lain bahkan dilukiskan sebagai Sang Pantokrator dan sang Viktor yang menaklukkan dunia dan kerajaan-kerajaan dan menguasai semua pendiri agama lain yang dikenal pada masa kejayaan Imperium Romanum. Fondasi ideologis dasariah eksklusivisme dan superiorisme religio-politis kekristenan Barat yang semacam ini memang dibentuk antara lain oleh teks-teks anti-toleransi radikal dalam Perjanjian Baru seperti Filipi 2:9-11; Kisah Para Rasul (KPR) 4:12, dan Yohanes 14:6.

Apakah Yesus dari Nazaret memang berkepribadian seperti dilukiskan dalam teks-teks skriptural eksklusif dan anti-toleransi yang baru disebutkan itu?
Kalau kita menempatkan Yesus dari Nazaret sebagaimana seharusnya sebagai seorang tak terpelajar yang sebagian terbesar kehidupannya dihabiskan di kampung-kampung di Galilea, jelas Yesus bukan seorang kosmopolitan, warga dunia, yang sudah melakukan studi perbandingan agama-agama yang ada di seluruh dunia Yunani-Romawi pada zamannya. Yesus tidak pernah mengunjungi kota-kota metropolitan Yunani-Romawi seperti Sepphoris dan Tiberias di Galilea; apalagi merantau ke luar negeri, meninggalkan Palestina. Selain ke Kaisarea Filipi dan Sidon, paling jauh Yesus hanya sempat satu kali mengunjungi Yerusalem di Yudea, barangkali untuk menemui Yakobus si Adil, saudaranya, yang tinggal di situ. Jadi, sangat mustahil Yesus dari Nazaret mengkhotbahkan teks Yohanes 14:6 atau menyetujui teks KPR 4:12 atau teks Filipi 2:9-11. Teks-teks semacam ini adalah ciptaan kekristenan perdana dalam rangka polemik religio-politis lewat sarana sastra, bukan keluar dari mulut Yesus sendiri. Dekonstruksi terhadap teks-teks ini dapat dibaca dengan mengklik link ini.

Selain itu, sebagai seorang mukmin Yahudi mustahil Yesus mengambil-alih peran Allah YME, Allah Yahudi, atau menyamakan dirinya sendiri dengan Allah YME, Allah yang barangkali memang berhak pada diri-Nya sendiri mengucapkan kata-kata yang tertulis dalam teks-teks skriptural eksklusif dan anti-toleransi itu.


Tetapi, segalanya sudah kasep! Orang Kristen pada umumnya, para juru kampanye injil Kristen khususnya, selalu membenturkan dan mempertentangkan Yesus Kristus dengan tokoh-tokoh suci yang disembah umat-umat beragama lain. Yesus oleh mereka dibuat selalu tegang, nervous dan agresif! Selalu dalam posisi siaga tempur! Yesus oleh mereka tidak pernah dibuat santai dan relaks! Yesus oleh mereka selalu dijadikan sang hakim yang siap mengadili figur-figur suci dunia lainnya! Nah, dalam situasi yang buruk semacam ini, baiklah kita berpaling ke para seniman yang memiliki jiwa dan perasaan jauh lebih lembut ketimbang jiwa dan perasaan para pembela fanatis Yesus yang dipercaya dalam ortodoksi Kristen.

Pada gambar 2, kita lihat Yesus dan Gautama Buddha sedang duduk ngedeprok, bersahabat, dan santai berteduh di bawah sebatang pohon besar, mungkin di Kebun Raya Bogor, mungkin juga sedang asyik membicarakan UTS atau UAS yang akan mereka tempuh minggu depan di
universitas mereka masing-masing, atau bisa jadi sedang mendiskusikan terorisme di Indonesia. Pandanglah juga gambar 3 di atas, Buddha Gautama dengan cuping kuping yang panjang menjulur ke bawah dan model rambut yang khas, dan Yesus yang mengenakan ikat kepala dari anyaman duri tajam, sedang sama-sama memakai T-Shirt modern bertuliskan angka 2 dan serentak mengacungkan telunjuk dan jari tengah mereka masing-masing yang membentuk huruf V. Menurut Anda, apa yang mereka mau sampaikan dengan simbol V itu, angka 2, dan T-Shirt mereka? Apakah mereka sedang bahu-membahu mengampanyekan kemenangan kaum muda modern (bangsa Jepang) atau sedang berkampanye untuk suatu partai politik dengan nomor urut 2? Lihatlah juga gambar 4, Yesus Kristus sedang berjalan tenang di samping sahabatnya, Krishna, Dewa Teragung umat Hindu, bergandengan tangan, mungkin di atas permukaan air jernih bak cermin atau mungkin juga di suatu tanah lapang landai licin dan mengkilat di kawasan pegunungan.

Wahai, para pembela dan juru kampanye fanatis injil gereja, berpalinglah kepada para seniman untuk menemukan Yesus yang cinta damai dan bersahabat, a friendly Jesus, yang akur dengan tokoh-tokoh suci agung keagamaan dunia lainnya! Merekalah, para seniman itu, bukan Anda, yang merupakan sahabat-sahabat sejati Yesus.

Sources:
Figures
(1) http://www.geocities.com/johnaugus/tao-image2.html
(2) http://www.sinfest.net/archive_page.php?comicID=2413
(3) http://mattstone.blogs.com/christian/2009/08/jesus-buddha-manga-art.html
(4) http://spiritual-religious-yoga-wallpapers.blogspot.com/2006/07/om-aum-jesus-christ-krishna-free.html

Saturday, September 12, 2009

The Bodhisattva Jesus

Alkisah, ada tiga orang sedang menempuh perjalanan di padang gurun yang kering dan gersang. Mereka terbakar terik matahari dan sangat kehausan. Di kejauhan mereka melihat sebuah tembok tinggi yang segera mereka dekati. Sesampainya di sana, mereka mengelilingi tembok itu untuk menemukan jalan masuk, tetapi tidak satupun pintu mereka temukan. Mereka lalu memutuskan untuk memanjat tembok tinggi itu. Salah seorang menaiki pundak seorang temannya, lalu melihat ke balik tembok, dan berteriak “Hore” lalu melompat ke dalam. Orang yang kedua juga mengulangi tindakan temannya sebelumnya, lalu juga berteriak girang dan melompat ke dalamnya. Orang yang ketiga tinggal sendirian. Dia berusaha keras tanpa bantuan memanjat tembok tinggi itu dan berhasil. Dia melihat di balik tembok itu ada sebuah taman luas yang subur lengkap dengan air sejuk mengalir, pohon-pohon, buah-buahan, hewan-hewan, dan sebagainya. Tetapi, ketimbang segera melompat memasuki taman itu, dia sebaliknya melompat masuk kembali ke gurun gersang itu dan mencari tanpa henti para musafir yang melewati gurun itu untuk memberitahukan mereka taman itu dan cara menemukannya. Nah, orang yang ketiga inilah Bodhisattva.

Dalam tradisi Buddhisme, khususnya aliran Mahayana, Bodhisattva adalah seorang makhluk atau manusia (Sanskerta: sattva) yang sudah mencapai pencerahan (bodhi) dan tinggal selangkah lagi terlepas dari samsara, siklus penderitaan, kematian, kelahiran kembali, lalu memasuki Nirvana (Nibbāna) dan mencapai status Buddha (“orang yang telah sepenuhnya dicerahkan”), tetapi bersumpah tidak akan masuk ke dalam Nirvana Ke-buddha-an sampai seluruh manusia bahkan seluruh rumput di padang mendapatkan pencerahan melalui dharma/dhamma (“ajaran”, “logos”, “nomos”, “hikmat”, “kebenaran”) dan kebajikan (paramita) yang disebarkannya (parinamana) dalam dunia ini.

Nah, gambar 1 di atas menampilkan Yesus Bodhisattva yang sedang duduk dalam posisi bersila atau dalam posisi teratai atau posisi padma (Sanskerta: padma-asana) di atas bunga padma (teratai atau seroja) yang sedang mekar penuh berwarna merah muda. Padma-asana adalah suatu posisi istimewa yang dalam tradisi agama-agama Timur seperti Buddhisme dan Hinduisme dan lain-lain dikenakan kepada figur-figur suci seperti para Bodhisattva, misalnya Bodhisattva Samantabhadra atau Fugen Bosatsu, yang dipandang sebagai sang Bodhisattva keindahan dan cinta universal (lihat gambar 2 dan gambar 3). Begitu juga, Dewi Lakshmi yang dalam Hinduisme dipercaya sebagai Dewi kecantikan, kekayaan, kemakmuran, kesehatan dan kemurnian, dilukiskan bersila di atas bunga padma merah muda yang mekar sempurna (lihat gambar 4). Orang yang berlatih yoga juga melakukan padma-asana (lihat gambar 5) untuk melenyapkan segala penyakit dan mempertahankan keseimbangan alamiah antara tubuh, gerak pikiran dan gerak pernafasan sehingga dari kehidupannya dapat mengalir cinta.

Tanaman teratai tumbuh di atas air yang keruh berlumpur, tetapi daun-daunnya yang hijau lebar dan bunga-bunganya yang indah bermekaran senantiasa tetap kering dan tidak ternoda oleh air keruh berlumpur (gambar 6). Seorang pakar Konfusianisme yang bernama Zhou Dunyi memuji tanaman padma, tulisnya “Aku menyukai padma karena meskipun tumbuh dari lumpur, tanaman ini senantiasa tidak ternoda.” Dalam Bhagavad Gita 5:10, kita baca, “Barangsiapa melakukan kewajibannya tanpa terikat pada apa yang dilakukannya, melainkan memasrahkan segala hasilnya pada Tuhan Yang Maha Agung, dia tidak terpengaruh oleh tindakan yang berdosa, bak bunga padma tidak tersentuh oleh air.” Konon dikisahkan bahwa ketika Gautama Buddha baru dilahirkan, sang bayi Gautama langsung bisa berjalan sendiri dan pada tujuh tempat pertama dia menapakkan kakinya langsung tumbuh bunga teratai yang mekar.

Bunga padma, dengan demikian, adalah sebuah simbol yang pas untuk menggambarkan keindahan ilahi, kemurnian seksualitas, budi dan kesadaran, kodrat dasariah manusia yang murni dan tidak tercemar, kebajikan, cinta, gerak transformasi dari ketidaktahuan ke pencerahan, orang yang dicerahkan, jati diri Bodhisattva.

Kalau kita perhatikan dengan saksama gambar Yesus Bodhisattva di atas, si pelukisnya ingin menyatakan Yesus adalah seorang Bodhisattva, dengan semua sifat yang dikenakan pada bunga padma melekat pada dirinya. Dia duduk bersila, mengambil posisi padma-asana, sambil bersemedi dengan kedua mata terbuka, dengan kedua tapak tangan dan jari-jemarinya dirapatkan mengambil bentuk seperti bentuk yang biasa tampak dalam lukisan-lukisan Gautama Buddha yang sedang bermeditasi, dan mengenakan jubah teduh seorang suci Asia. Di latarbelakangnya berdiri sebuah kayu salib yang pada masing-masing kiri dan kanan bilah horisontalnya tertancap sebilah paku yang masih berbercak darah merah.

Sehabis disalibkan,
Yesus sang Bodhisattva ini tidak meninggalkan dunia ini, memasuki Nirvana, kembali kepada sang Bapa di surga seperti dipercayai oleh orang Kristen pada umumnya sehingga salibnya kosong seperti ikon salib orang Kristen Protestan, tetapi tetap berada dalam dunia ini dan berkarya terus sebagai seorang Bodhisattva, membawa dharma dan menabur paramita, sampai semua makhluk dan segala rumput di seluruh padang di muka bumi mendapatkan bodhi dan mengalami pembebasan dari siklus samsara kematian dan kelahiran kembali, masuk ke dalam Nibbāna. Kontras dengan Yesus sang Bodhisattva yang tidak terus terpantek di kayu salib, tetapi aktif kembali dalam dunia menebar kebajikan dan menyampaikan pengajaran, orang Kristen Katolik membayangkan sang Kristus mereka masih terus tersalib sebagaimana ikon kayu salib gereja ini masih digantungi jenazah Yesus yang berat.

Orang Kristen ortodoks perlu belajar banyak dari si pelukis Yesus sang Bodhisattva ini, yang impresif sekali bisa lebih dekat masuk ke dalam jantung kemanusiaan dan keilahian yang berdetak dalam figur Yesus ini. Bagi si pelukis ini, setiap orang yang mengikut Yesus sang Bodhisattva ini akan menjadi bukan seorang Kristen egoistik introvert yang mencari keselamatan untuk pribadinya dan ingin cepat-cepat masuk surga, tetapi akan menjadi seorang Bodhisattva Kristen yang menolak masuk surga, dan memilih tetap tinggal dalam dunia ini untuk giat menabur kebajikan dan menyebar dharma sampai semua makhluk dan segala rumput di padang serta semua hewan dan serangga mendapatkan penerangan budi.



Friday, September 4, 2009

Different Madonnas and Child Jesuses

Ketiga gambar di samping kiri ini masing-masing menampilkan seorang ibu bersama seorang anak laki-lakinya. Ibu yang pertama memangku putra kecilnya yang telanjang bulat; sedang ibu yang kedua dan yang ketiga menggendong masing-masing putra ciliknya yang berpakaian.

Gambar pertama dan gambar kedua tidak mengesankan sesuatu yang istimewa bagi orang yang memandangnya. Ya..., kedua gambar pertama tampak biasa saja: seorang ibu berkulit hitam sedang mengemong putra kecilnya yang warna kulitnya sama dengan warna kulit ibunya. Bagi Anda mungkin kedua gambar ini gambar tentang hal yang rutin dan biasa dilakukan seorang bunda. Tetapi, perhatikan, si ibu pada gambar pertama duduk bersila dan kedua matanya terpejam, sepertinya dia sedang khusuk mengonsentrasikan pikirannya pada putra ciliknya yang sedang dipangkunya. Gambar ketiga baru kelihatan istimewa, karena selain menampilkan seorang ibu yang sedang menggendong putra kecilnya, di belakang kepala masing-masing digambar cakram mahkota cahaya kuning yang biasanya dipahami sebagai cahaya kemuliaan ilahi yang memancar dari wajah orang-orang suci.

Tetapi, sesungguhnya ketiga gambar ini adalah gambar-gambar
istimewa, karena masing-masing gambar ini sama-sama menampilkan Madonna atau Bunda Maria bersama putra kecilnya, Yesus. Masing-masing gambar mengekspresikan Madonna dan kanak-kanak Yesus dengan paras, postur, warna kulit dan pakaian yang satu sama lain berbeda. Ditampilkan di sini tiga Madonna dan tiga kanak-kanak Yesus yang berlainan.

Madonna dan kanak-kanak Yesus pada gambar pertama di atas adalah Madonna dan kanak-kanak Yesus orang Papua New Guinea (PNG), suatu negeri yang terletak di Kepulauan Melanesia, Oseania, di Samudra Pasifik, yang berpenduduk kurang dari 6 juta orang, dengan bagian terbesar darinya (82 %) tinggal di kawasan pedesaan, dan memiliki 850 bahasa pribumi. Hampir semua penduduk PNG (96 %) beragama Kristen yang mencakup minimal 12 denominasi yang berbeda. Meskipun demikian penduduk negeri ini, dengan sepertiganya masih hidup dalam kemiskinan ekstrim (hidup dengan kurang dari 1,25 US Dollar per hari), tetap melekat pada animisme dan pemujaan roh nenek moyang, minimal dalam dasar batin mereka.

Sedangkan gambar Madonna dan kanak-kanak Yesus yang di tengah adalah buah karya seorang seniman Kristen Afrika, suatu benua terbesar kedua di dunia dan juga terpadat kedua penduduknya di planet Bumi ini, dengan total jumlah penduduk 1 milyar orang menurut sensus tahun 2009, yang tersebar di negara-negara yang seluruhnya berjumlah 53 (belum termasuk kawasan sengketa di Sahara Barat). Meskipun kaya dengan sumber-sumber alam, Afrika adalah benua termiskin dan terbelakang di dunia, karena penyakit dan virus (HIV/AIDS dan malaria), pemerintahan domestik yang korup dan menindas HAM, kegagalan program-program pembangunan terencana, tingkat buta huruf yang tinggi, konflik militer dan konflik antar-suku, tidak adanya akses ke modal asing. Dari total jumlah penduduk, 380 juta di antaranya, yang mendiami kawasan Afrika Sub-Sahara, hidup sangat miskin, dengan hanya 70 sen US Dollar per hari (di tahun 2005).

Madonna dan kanak-kanak Yesus pada gambar ketiga berkulit kuning langsat. Dugaan Anda benar bahwa mereka adalah Madonna dan Yesus bangsa China, suatu bangsa besar yang memiliki suatu peradaban yang sudah berumur sangat panjang, sudah dimulai dan terus berlanjut sejak 5000 tahun lalu, yang pada akar-akarnya tertanam suatu kepercayaan dan penyembahan terhadap Shangdi, Allah Yang Esa dan Maha Agung, atau Langit. Kepercayaan dan pemujaan pada Langit ini setidaknya sudah dianut sejak Dinasti Shang (1766 SM) sampai tumbangnya dinasti terakhir tahun 1911 M. Kepercayaan pada Shangdi ini dengan demikian mendahului Taoisme, Konfusianisme dan masuknya Buddhisme dari India dan Asia Tengah pada masa Dinasti Han (206 SM-220 M), dan kekristenan sejak setidaknya abad 7 M dengan masuknya Gereja Timur Assyria, dan masuknya Islam pada tahun 651 melalui kegiatan perdagangan, dan juga Yudaisme pada abad ke-7 atau ke-8 M serta paruhan pertama abad ke-20 ketika Holokaus terjadi di Eropa. Sekarang, pemerintah negeri China sudah berhasil mengangkat rakyatnya dari kemiskinan, rakyat yang berjumlah sangat besar, 20% dari total penduduk dunia (6,7 miliar), persisnya 1.338.612.968 orang per Juli 2009. Menurut IMF, pendapatan per kapita negeri ini adalah 5.943 USD di tahun 2008; meskipun demikian, sampai tahun 2005 sejumlah 10,8 % penduduknya masih hidup kurang dari 1 USD per hari.

Anda bisa jadi bertanya-tanya, mana Madonna dan kanak-kanak Yesus yang asli? Jawabnya: ketiganya adalah Madonna dan kanak-kanak Yesus asli! Masing-masing gambar ini adalah gambar-gambar autentik buah tangan para seniman yang memandang, menghayati dan mengekspresikan Bunda Maria dan kanak-kanak Yesus dari sudut pandang kebudayaan dan kebangsaan serta sejarah masing-masing yang unik. Setiap bangsa dan kebudayaan melahirkan wajah Madonna dan wajah Yesus sendiri-sendiri dalam konteks sejarah dan konteks ruang yang berbeda. Meskipun berbeda dari wajah Madonna dan wajah kanak-kanak Yesus yang orang Kristen biasa kenali dari warisan
mariologi dan kristologi Barat, setiap ekspresi artistik wajah Madonna dan wajah Yesus yang non-Barat, non-ortodoks, yang heterodoks, adalah ekspresi yang autentik, unik dan absah, dan sama nilai, martabat dan harganya, dan karena itu patut diakui oleh orang Kristen di tempat-tempat lain.